KONSEP BAGI HASIL DALAM ISLAM

KONSEP BAGI HASIL DALAM ISLAM
KONSEP BAGI HASIL DALAM ISLAM

KONSEP BAGI HASIL DALAM ISLAM

Oleh Rosmiwati, S. Ag

(Penyuluh Agama Islam Fungsional Kankemenag Kota Bukittinggi)

 

Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana.1   Sedang menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit sharring. Profit sharring dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharring diartikan: "Distribusi beberapa bagian dari laba (profit) pada para pegawai dari suatu perusahaan". Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.2


Bentuk-bentuk pembagian laba yang tidak langsung mencakup alokasi saham-saham (penyertaan) perusahaan pada para pegawai, dibayar melalui laba perusahaan, dan memberikan para pegawai opsi untuk membeli saham-saham sampai pada jumlah tertentu dimana yang akan datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan para pegawai memperoleh keuntungan baik dari pembagian deviden maupun setiap pertumbuhan dalam nilai saham yang dihasilkan dari peningkatan dalam kemampuan memperoleh  laba.  Jika dalam suatu perusahaan, maka perolehan bagian laba sering dianjurkan untuk meningkatkan tanggung jawab pegawai dan dengan demikian meningkatkan produktivitas.3
Pada mekanisme lembaga keuangan syari'ah atau bagi hasil, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun  sebagian-sebagian, atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama).
_____________________________________
1. Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 153
              2.Cristopher Pass, et al, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 1997, Cet. Ke-2, hlm. 537.
              3.  Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press,
2001, hlm. 23.
Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis yang disebut tadi, harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek.  4
Keuntungan yang dibagi hasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional.
Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai
dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan
dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian
telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada
pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai
pembagian keuntungan di muka.
Inti mekanisme investasi bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada
kerjasama yang baik antara shahibul maal dengan mudharib. Kerjasama atau
partnership merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama
ekonomi harus dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu: produksi,
distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerjasama dalam bisnis atau
ekonomi Islam adalah qirad atau mudlarabah. Qirad atau mudlarabah adalah
kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian
atau ketrampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau
proyek usaha. Melalui qirad atau mudlarabah kedua belah pihak yang
bermitra tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau
profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama.5

____________________________________

4.  Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press,
2001, hlm. 23
5.  Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press,
2001, hlm. 24
Sistem ekonomi Islam menggunakan bagi hasil dan tidak menggunakan sistem bunga. Hal ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an yang  mendasarinya. Dasar pijakannya adalah : 6
1.   Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam dapat menciptakan kerja produktif sehari-hari dari masyarakat (lihat QS. 2: 190)
2. Meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan sosial (lihat QS.
3 : 103; 5: 3; 9 : 71,105).
3. Mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata
(lihat QS, 17 : 16; 69: 25-37; 89: 17-20; 107: 1-7).
4. Melindungi kepentingan ekonomi lemah (lihat QS, 4: 5-10; 74-76; 89: 17-
5. Membangun organisasi yang berprinsip syarikat, sehingga terjadi proses
yang kuat membantu yang lemah (lihat QS, 43: 32).
6. Pembagian kerja atau spesialisasi berdasarkan saling ketergantungan serta
pertukaran barang dan jasa karena tidak mungkin berdiri sendiri (lihat QS,
92: 8-10; 96: 6).
Melalui kerjasama ekonomi akan terbangun pemerataan dan kebersamaan. Fungsi-fungsi di atas menunjukkan bahwa melalui bagi hasil akan menciptakan suatu tatanan ekonomi yang lebih merata. Implikasi dari kerjasama ekonomi ialah aspek sosial politik dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah untuk memperjuangkan kepentingan bersama di bidang ekonomi, kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat.7 Lembaga keuangan (bank) adalah sebuah lembaga perantara antara pihak surplus dana kepada pihak minus dana. Dengan demikian, bank dengan sendirinya memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan umat, jika bank mampu memobilisasikan uang dari masyarakat, secara langsung maupun melalui lembaga keuangan non bank. Disamping itu, uang disalurkan tersebut harus mampu membangkitkan produktivitas pengusaha-pengusaha yang potensial.
___________________________________
6.  Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Jogjakarta,  (UPP) AMP YKPN, 2002, hlm. 103
7.  Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Jogjakarta, (UPP) AMP YKPN, 2002, hlm. 103


Kontributor (Syafrial)