Mendobrak Problema JFT melalui FGD untuk Mendiseminasikan Renstra 2020-2024 dan SKP (bagian-2)

Mendobrak Problema JFT melalui  FGD untuk Mendiseminasikan Renstra 2020-2024 dan SKP (bagian-2)

Mendobrak Problema JFT melalui FGD untuk Mendiseminasikan Renstra 2020-2024 dan SKP

( bagian 2)

Mulyono lantas mencontohkan, Kabid Penais Zawa misalnya. Ketika analis BMN mendukung  tugas kabag TU dalam mengoptimalkan peran aturan keuangan. Hal ini merupakan perjanjian kinerja Kabid Penais Zawa. Ketika Kabid dilantik, langsung membuka perjanjian kinerja, yaitu meningkatnya kualitas bimbingan dan penyuluhan agama.  Indikatornya dengan melihat nilai kinerja, dimana  target minimal 80, berdasarkan aplikasi penilaian kinerja penyuluh agama.

Yang menarik, Mulyono mempertanyakan, prosentase penyuluh agama yang dibina dari 54 berapa yang sudah dibina. Kemudian ia menegaskan bahwa rapat dinas juga bagian dari pembinaan.

“Berapa kali bapak ibu dikumpulkan untuk dibina, jangan-jangan belum dibina. Ini kaitannya dengan indeks profesional ASN, tahukah bagaimana mengukurnya?” tanyanya.

“Ada aplikasi dari BKN. Jadi bapak/ibu nanti ketik www.sais.ip.jait.asn.bkn. Cara masuknya, ketik “Nip” dan nama depan, misalnya Abu Nawas, Abu saja ketik. Kenapa nilai kita rendah, nanti ada penjelasannya disana. Misalnya kita tidak mengupload dokumen SKP, kita tidak pernah mengikuti pelatihan. Jadi semakin banyak kita berpartisipasi sebagai peserta maka semakin professional”, tandasnya pada kegiatan yang dibuka Kabag TU tersebut.

Hal yang mengejutkan, ternyata Kanwil Kemenag Sumbar telah menargetkan indeks professional akan meraih angka 71. Sementara, di bagian Tata Usaha saja ia melihat rata-rata indeks professional baru mencapai 40. Hal ini bisa terjadi salah satunya karena banyak yang belum mengupload dokumen sertifikat ke dalam aplikasi.

Maka ia meminta agar JFT cermat dalam mengumpulkan sertifikat diklat-diklat ataupun pelatihan dan menyerahkan bagian kepegawaian untuk diupload. Menurutnya hal ini penting, sebab terkait dengan kenaikan pangkat dan itu akan dipertanyakan.

Terkait bagaimana agar bisa mengikuti diklat JFT, Perencana Madya tersebut menyarankan para JFT untuk aktif membuka website Balitbang Kemenag RI. "Disana jor-joran memberikan diklat dan diperbolehkan ikut sebanyak-banyaknya."beber pria asal Jogjakarta tersebut.

Menurut penulis, hal lain yang perlu juga diwaspadai justru masalah baru yang dapat muncul dalam proses perampingan jabatan struktural. ASN bisa tidak fokus pada pekerjaannya. Tapi, ASN nantinya justru melakukan berbagai upaya agar tetap bisa menduduki jabatan struktural di eselon I, II dan III karena adanya perampingan eselon IV.

Kalau sudah begitu, pelayanan kepada masyarakat bisa saja terganggu karena  ada pegawai yang semakin saling sikut. Maka disini kebijakan dan peran pejabat struktural sangat menentukan, agar kondusifitas ASN bisa terkondisikan dengan baik.

Untuk meminimalisir risiko tersebut,  pemerintah benar-benar harus merancang sistem birokrasi dan eselon ini secara detail. Setidaknya, butuh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menjadi landasan hukum yang jelas.

Selain itu, pemangkasan eselon memang harus dilakukan secara bertahap, bukan langsung sekaligus dipangkas secara keseluruhan. Bagaimanapun perlu sosialisasi dan peresapan kesadaran.

Apalagi dengan perampingan jabatan struktural ini, otomatis harus dipersiapkan SDM yang mumpuni untuk mengisi jabatan struktural. Harapannya tentu saja bisa bersinergi dengan para JFT yang punya peran strategis. Pun,  betapa pentingnya mempersiapkan aparatur yang profesional dan berintegritas tinggi serta memiliki inovasi dan bertanggung jawab. Sehingga dapat dijadikan pejabat teladan bagi bawahannya. Bukan malah jadi sebaliknya. Sebagaimana diketahui “Ikan membusuk mulai dari kepala”.

Ucapan ini milik Marcus Tullius Cicero. Seorang orator ulung, negarawan, filsuf, ahli politik dan hukum pada jaman Romawi tahun 106-43 SM. Ditengarai, Cicero menyampaikannya di depan rakyat karena sedang membicarakan yang dilakukan para petinggi di Roma pada waktu itu.

“Untuk menghindari membusuknya seluruh tubuh ikan itu, maka kepalanya harus dipotong” ujarnya lagi. “Kebusukan itu dimulai dari puncak. Kebusukan itu dimulai dari pemimpin-pemimpin. Begitulah dia berteriak.

Intinya, memang setiap kebijakan mengandung risiko. Bagaimana antisipasinya, yang terpenting dipikirkan dan dilaksanakan sesuai regulasi.

Semoga saja pada gilirannya nanti, langkah afirmasi JFT Kanwil Kemenag Sumbar untuk mendiseminasikan Renstra Kemenag akan memberikan dampak positif yang signifikan kedepan. Baik itu terhadap peningkatan kinerja pelayanan pemerintah yang lebih tangkas dan repsponsif maupun untuk menumbuhkan motivasi pejabat fungsional untuk mencapai angka kredit melalui peningkatan kompetensi dan prestasi. (vera)