Profesor Duski Samad, Kupas Politik Masjid dan Masjid Politik

Profesor Duski Samad, Kupas Politik Masjid dan Masjid Politik

POLITIK MASJID DAN MASJID POLITIK

Oleh: Duski Samad
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumatera Barat

Bahasan politik Masjid dan Masjid politik mengemuka dalam Rakernas DMI 25 November 2021 lalu. DMI bersepakat bahwa ikhtiar, usaha dan gerakan politik masjid dalam makna menjadikan masjid pusat perubahan dan peningkatan kualitas umat, ya'muruna bil ma'ruf wa yahanhawnaanil munkar, adalah tuntutan Islam dan menjadi kewajiban seluruh umat untuk melakukannya. Sedangkan masjid politik dalam artian menjadikan masjid sebagai basis, instrumen dan media untuk berpolitik, apalagi politik praktis untuk mendapat kekuasaan dan tidak jarang terjadi diiringi "kepentingan orang atau kelompok" hal seperti ini mesti diwaspadai dan diarahkan pada norma yang berlaku.

Tahun 2023 yang disebut pengamat sebagai tahun politik, istilah politik masjid dan masjid politik harus dipahami dan dicermati dengan seksama. Regulasi pemilihan umum telah mengatur bahwa rumah ibadah dilarang dipakai sebagai sarana politik praktis, kampanye dan kegiatan politik yang berkaitan kontestasi pemilihan legislatif, Presiden wakil Presiden dan kepala daerah.

Pengalaman pemilihan umum menunjukkan tidak mudah membuat garis pemisah antara politik masjid dengan masjid politik. Artinya fungsi Masjid sebagai gerakan perubahan dan peningkatan kualitas beririsan dengan promosi ide dan gagasan politisi yang memang sekaligus jamaah masjid.

Pengurus masjid, khatib dan mubaligh jelas akan sulit menetapkan definisi dan perbedaan antara politik masjid dengan masjid politik ketika pada personal pengurus, khatib dan mubaligh melekat identitas sebagai politisi dan ikut mencalonkan diri  dalam kontestasi politik praktis. Beda halnya dengan jamaah yang ditentukan dengan tingkat kecerdasannya. Ada dua pola pemikiran yang berkembang, ada yang sensitif dengan kata-kata politik, jargon dan istilah politik, sehingga semua dikategoeikan jelek, dan tidak baik. Tidak sedikit jamaah yang sudah dapay memaknai politik dengan cerdas dan proporsional dalam makna yang lebih luas dan tanggung jawab keumatan. 

GERAKAN POLITIK MASJID
Gerakan politik masjid adalah ikhtiar, usaha dan kegiatan yang menjadikan masjid fungsional bagi kemaslahatan. Politik Masjid adalah kerja keumatan yang terus dilakukan untuk menjadikan masjid berdaya guna bagi kebaikan umat dan bangsa. Peran dan sumbangan masjid dalam kemerdekaan dan pembangunan bangsa adalah fakta sejarah yang kasat mata dapat dipahami. Politik masjid mesti terus dikembangkan dalam menjawab kebutuhan bagi mewujudkan Indonesia maju. Di antara ciri-ciri yang dapat disebut sebagai politik masjid, antara lain:

MENEGASKAN ASAS TAQWA
Menegaskan asas taqwa maksudnya adalah memposisikan masjid menjadi  landasan nilai, norma, etik dan prinsip-prinsip ketaqwaan dalam semua  semua aktivitas masjid. Taqwa yang dimaksud adalah dalam makna loyalitas, ketaatan, komitmen, dan militansi dalam memastikan tegaknya keadilan, kemanusiaan, dan peradaban luhur,(QS. Tawbah/9:108).

Asas taqwa meniscayakan kesucian jiwa, kelurusan niat dan tidak adanya sikap mendua (munafiq) dalam memanfaat fasilitas masjid sebagai milik umat dan rumah ibadah yang mesti dijaga kesuciannya. Asas taqwa menjadikan semua program dan urusan di Masjid dalam bingkat iman, amal saleh dan kebaikan untuk semua, contohnya dapat diangkat dari sejarah peradaban masjid yang dilakukan Nabi bersama sahabat ketika awal pembentukan masyarakat madani.

IMARAH DAN YAKHSALLAH
Politik masjid yang fundamental itu adalah hadirnya imarah masjid. Imarah masjid maknanya adalah menjadikan masjid pusat kegiatan umat berupa ibadah mahdah, shalat, pemberdayaan ekonomi, zakat, iman pada akhirat (teologis) dan puncaknya membentuk umat yang memiliki komitmen tinggi sebagai motor perubahan, mereka hanya tunduk pada kehendak Allah saja, (QS. Tawbah/9:18).

Imarah, syiar dan adanya aktivitas masjid dalam satu lingkungan adalah identitas keberimanan bagi orang taqwa. Oleh karena itu gerakan politik masjid adalah menjadikan masjid dan aktivitas yang ada di masjid sebagai pionir  dalam penegakan keadilan, role model dalam kejujuran, tidak mudah terjebak pada hawa kuasa, karena ia sadar adanya pertanggung jawaban akhirat, (QS. Al Nisa/4:135).

YAKMURUNA BIL MA'RUF TANHA ANIL MUNKAR
Politik masjid adalah memastikan bahwa visi dan semua aktivitas di masjid bermula dan bermuara pada hadirnya prilaku hidup terpuji dan hapusnya segala jenis maksiat, munkarat dan qabihat. Artinya kekuatan masjid sebagai energi pendobrak kemaksiatan, pencegah kemungkaran dan penolak perbuatan tercela adalah bahagian dari politik masjid yang tak boleh menyurut, justru semangkin kencang dalam menghadapi tantangan global. 

Politik masjid dapat diartikan sebagai politik peradaban luhur, kemaslahatan dan kesejahteraan sosial. Politik masjid dapat dikatana sebagai high politik artinya mengembalikan politik pada makna yang semestinya, karena memang aslinya politik adalah untuk menghadirkan kemaslahatan umum dan kesejahteraan sosial. High politik itu dasarnya ketinggian moral, pengarusutamaan nilai, dan kokoh pada aturan yang disepakati bersama. 

Politik masjid dapat dilacak dari fakta sejarah peradaban masjid sejak zaman Rasul, nyata sekali bahwa masjid adalah centre of exellent, pusat keunggulan umat, intitusi keumatan yang dapat diakses semua orang, menganjarkan kesetaraan dan lebih hebat lagi melindungi lawan yang sudah menyatakan  tunduk. Politik masjid artinya dapat mempercepat revitalisasi Masjid sebagai core peradaban Islam. Politik masjid diarahkan pada kondisi dan gerakan yang menjadikan Masjid sebagai tempat menyusun dan menggerakkan politik kemaslahatan dan kesejahteraan.

Kegiatan rutin di masjid seperti shalat berjamaah dan shalat Jumat sekali seminggu disamping ritual dalam hubungan dengan Allah, juga sekaligus pusat konsolidasi, edukasi dan media informasi masalah keumatan yang sesungguhnya riilnya politik masjid. Oleh sebab itu maka politik masjid itu berlangsung tiada henti, konsisten dan terus berkembang sesuai kemajuan.

AKSELARASI KHAIRA UMMAT
Politik masjid khaira ummat maknanya arah, tujuan, gerakan dan seluruh potensi masjid hendaknya didaYAgunakan bagi percepatan dan peningkatan kualitas umat, (QS. Ali Imran/3:110). Kebaikan dan kualitas  umat dipahami secara universal. Islam yang didakwah Nabi pada masyarakat plural di Yasrib adalah membentuk umat madani, berperadaban. 

Pilar peradaban Islam berawal dari iman, peniadaan hamba dan benda. Kemudian memastikan berjalannya sistim ekonomi berkeadilan melalui sistim share (syirkah) bukan monopoli dan oligarki. Pilar yang tak kalah pentingnya dari peradaban adalah mendorong dan menciptakan iklim, suasan dan kondisi yang memungkinan ulama, ilmuwan dan cendikiawan menemukan inovasi, sains, teknologi dan rekayasa sosial bagi memudahkan kehidupan manusia dalam rangka memenuhi fungsi kehambaan dan kekhalifahan manusia itu sendiri. 

Harus diakui membangkitkan kekuatan, kesejahteraan dan memacu kemajuan umat tidak dapat dipisahkan dari peran masjid. Masjid wajib menjadi garda terdepan dalam meningkatkan kualitas umat, baik umat sebagai hamba Allah, kualitas ibadah, begitu umat sebagai khalifah Allah dengan tugas fungsi tegaknya kebenaran ilahiyah untuk semua orang dalam semua keadaan dan situasi. Islam mesti menjadi faktor perubahan dan rahmat untuk semesta, rahmatan lil alamin. 

MEWASPADAI MASJID POLITIK
Mewaspadai masjid politik artinya mengingatkan ada pihak yang menyalahgunakan masjid di luar norma, nilai, etik dan regulasi. Istilah masjid politik dalam sejarah sudah digagas dan di pratikkan oleh kelompok munafiq Madinah sebagai tandingan terhadap politik masjid yang dilakukan Rasul dalam menegakkan sistim kekuasaan madani yang adil dan mensejahaterakan.

Strategi masjid politik kaum munafiq ini dibacorkan Allah melalui firman. Ada pihak yang tidak membutuhkan Allah, ada yang sadar dan ada yang justru mengundang azab Allah. Mereka adalah menimbulkan kerusakan (dhirar), pengingkaran (kufran), perpecahan, (tafriqan) dari dalam, dan provokatif, hoax, ujaran kebencian, pemutarbalikan  kebenaran dan kejujuran (irsyaadan liman haraballaha), mereka mengunakan siasat sumpah atas nama kebaikan, sejatinya itu bohong dan pembohongan, (QS. Tawbah/9:107).

Masjid politik dalam makna menjadikan masjid sebagai basis politik kemudaratan, sumber perpecahan umat dan bangsa, penolakan terhadap aturan  yang berlaku, dan menimbulkan opini anti kebenaran seperti yang dilakukan oleh mereka yang anti Islam, Islam phobia, adalah musuh yang mesti dilawan bersama. Oleh karena harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh bahwa maksud dari larangan mengunakan masjid dalam politik, khususnya politik praktis adalah bahagian dari menjaga kesucian masjid yang rentan dari prilaku tercela kaum munafiqun inisiator masjid politik.

Masjid politik harus diwanti-wanti jangan sampai menodai persatuan, kesatuan dan martabat agama, oleh karena itu siapapun yang akan membicarakan politik di masjid diharapkan memastikan dalam frame maslahat, keadilan dan kesejahteraan untuk semua. Prilaku adu domba, belah bambu, hoax, dan fitnah yang oleh sebahagian politisi dianggap biasa, adalah haram hukumnya di masjid.

Sedangkan memberi dan menerima bantuan, infaq, sadaqah dan sumbangan lain yang tak punya syarat politis, oleh pihak yang sedang berenang dalam kolam politik praktis, di waktu kontestasi politik, adalah urusan yang tidak mudah, tentu diharapkan semua pihak cerdas menyikapinya. Karena motif dan niat tidak mudah menerkanya. Namun, dalam kaidah ushul fiqh disebutkan dar ul mafasid, yakaddimu alal jalibul masalih, artinya menolak kemudaratan mesti lebih diutamakan dari mendapatkan manfaat. 

Konkolusi yang ingin diserukan dan diminta semua pihak yang bergerak di Masjid untuk dengan cerdas, hati-hati dan mencegah segala bentuk kegiatan yang dapat menimbulkan masjid politik. Artinya mewaspadai jangan masjid menjadi ajang, pentas, dan pusat gerakan politik yang disebut dalam surat al Tawbah ayat 107 di atas, yang ujungnya menghancurkan kebaikan masjid. Politik pecah belah, polarisasi bangsa dan umat, politik identas yang sempit dan mereka yang ingin mendapatkan keuntungan material adalah kerja buruk dari pelaku masjid politik yang harus dicegah.

 Sedangkan mendorong masjid menjadi energi perubahan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan misalnya gerakan untuk  perang terhadap korupsi, anti narkoba, mengingatkan bahaya oligarki, menjauhi permisif terhadap money politik, dan prilaku jahat, tercela dan merusak masa depan bangsa adalah kerja positif dari politik masjid yang harus terus disuarakan dengan lantang di mana saja, lebih khusus lagi tentu di mimbar dan mihrab masjid. 

Memahami dan memahamkan dengan lurus, benar dan jujur tentang masjid dan politik adalah tugas mulia segenap aktivis masjid, ulama, khatib, mubaligh, dan tentu juga aparatur pemerintah serta lembaga pelaksana helat politik. Siapapun tidak ingin masjid yang menjadi kebutuhan umat sepanjang waktu, lalu terciderai oleh kegiatan temporer yang akan berakhir saat sudah selesai Pemilu. Semoga kesadaran kolektif, kejujuran dan kearifan dalam memposisikan masjid semua pihak dapat menghadirkan kehidupan berbangsa yang semangkin baik dan bermartabat. DS. 150120243.