Buka PPKB GPAI Paud Dikdas, Plt Kabid Papkis H Hendri Pani Dias Bicara Transformasi Pendidikan Hingga Keunikan Metode Pembelajaran Guru

Padang (Humas)- Mewakili Kakanwil, Plt Kabid Papkis H Hendri Pani Dias mengingatkan peran penting para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam pembentukan budi pekerti siswa menjadi generasi beriman dan bertaqwa. 

Pesan ini dikemukakannya saat membuka sekaligus beri arahan pada kegiatan Pembinaan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Guru PAI Paud dan Dikdas Angkatan II di Gedung Lantai II PLHUT Kankemenag Kota Pariaman, Rabu (31/07/24).

Didampingi Kakankemenag Kota Pariaman H Rinalfi dan Ketim PAI Paud Dikdas H Syahrizal, H Hendri Pani Dias memandang forum pembinaan PPKB ini adalah sarana penting untuk membekali guru PAI untuk menghadapi beragam persoalan pembelajaran yang dihadapi sekaligus menemukan solusi dan langkah kedepan.

Selain itu juga untuk memberikan gambaran fungsi guru di era digital dalam mentranformasi nilai-nilai yang membentuk karakter siswa menjadi pribadi unggul, khususnya dalam implementasi kurikulum merdeka (IKM).

Hendri PD menuturkan guru harus mampu memanfaatkan ketersediaan beragam saluran informasi dan tutorial, bahkan materi pembelajaran dari sumber manapun. 

Termasuk mengembangkan teknik mendidik secara empatik dan humanis, dalam mentransmisikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya secara efektif dan berkarakter tinggi.

“Paling utama adalah guru peduli mendidik dan menanamkan karakter akhlakul karimah kepada anak-anak bangsa, menjadi generasi yang beriman dan bertaqwa," tandasnya.

Secara filosofis, faktanya tujuan pendidikan di Indonesia itu sambung Hendri adalah menciptakan dan mewujudkan generasi yang beriman, bertaqwa, kreatif inovatif dan seterusnya.

Kata kuncinya bagi guru PAI adalah mewujudkan generasi yang beriman dan bertaqwa. Jika mewujudkan hanya dengan memanfaatkan  2-3 jam alokasi waktu PAI di sekolah, tentu akan menjadi kurang sinkron.

“Meski faktanya terlihat rumit, namun bukan hal yang mustahil bisa mewujudkannya. Pertanyaannya sekarang ide dan metode pembelajaran seperti apa yang ditawarkan seorang guru PAI,” tanyanya.

Dalam konteks ini Hendri mengajak guru PAI untuk berikhtiar menguasai ilmu keagamaan seperti fiqih, SKI, Alquran Hadist, Akidah Akhlak dan Bahasa Arab.

Disisi lain, Ia mencermati untuk kompetensi pedagogik I  lebih dominan kepada dokumen. Sementara pedagogik II berfokus pada proses langkah pembelajaran. Pedagogik III berada penilaian dan tindak lanjut. 

“Hal ini baru dalam bentuk kerangka. Nah kerangka itu tidak akan ada nilainya jika di dalam ruang kelas guru PAI tidak mampu profesional dalam mengajar. “ Jelasnya.

Bagi Hendri PD disinilah nilai utama pengembangan keprofesian tersebut. Mesti dibarengi dengan pembelajaran mandiri. Entah itu dengan cara mengasah kemampuan bersosialisasi , berhalaqah ilmiah ataupun  kemampuan mewujudkan diskusi ilmiah menyangkut PAI.

Terlebih lagi pada tingkat SMA, guru PAI sudah harus menguasai multi disiplin ilmu agama. Minimal pada tema yang ada, guru PAI mampu mengsinergikan mapel agama seperti Fiqih, Tafsir, SKI dan Akidah Akhlak.

Ia menilai salah satu kendala stagnannya implementasi kurikulum di lingkungan madrasah, 95,6 persen perubahan mindset guru belum ada.

Hendri justru mencontohkan kurikulum pada RA, sesungguhnya sudah mengeimplementasikan kurikulum merdeka sejak dulu. Hal itu bisa dilihat dari instrumen akreditasi. Mereka sudah memulai pembelajaran diferensiasi itu sejak lama.

“Seperti difrensiasi konten, produk, pada prinsipnya untuk semua tingkatan memiliki pola yang sama. Hanya saja yang membedakan dari segi materi. Jadi bagi guru RA pola pembelajaran diferensiasi itu sudah biasa,” imbuhnya.

Untuk itu, guru PAI bisa berdifresiasi jika ada asesmen. Kecuali jika sudah ada pemetaan  bakat dan minat dari tim psikologi di sekolah tersebut.

Belum lagi pelajaran berbasis literasi, guru PAI tidak akan bisa menyajikan pelajaran berbasis literasi, kalau bukan spesialis akidah akhlak, fiqih atau Al-Qur’an Hadist.

“Disinilah dituntut guru PAI berinovasi, sehingga mampu melakukan integrasi misalnya guru Akidah Akhlak berintegritasi dengan IPA. Misalnya ada proyek di SD tentang pemanfataan barang barang bekas, kemudian dihimpun botol botol Aqua menjadi barang bermanfaat. Hal itu bisa dilihat dan digali  dari perspektif PAInya,” ungkapnya mencontohkan.

Selain itu, guru mesti mengetahui bahwa wilayah PPKB terdiri dari pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif. 
Namun fakta dilapangan, masih banyak guru yang belum menyadari pentingnya merealisasikan tiga komponen besar PPKB itu.

Kabid Penmad Kanwil Kemenag Sumbar ini mengaku sedikit menyayangkan, mayoritas hasil karya tulis guru hari ini, baru seputar cerita fiksi atau kisah pengalaman pribadi bukan yang berkaitan dengan tugas profesionalnya sebagai guru.

Untuk itu, kembali Hendri mengajak guru PAI untuk gemar membaca dan menulis apa yang menjadi gagasannya sesuai dengan tingkatan kebutuhan peserta didik.

Sedikitnya ada keunikan tipe guru yang dipaparkannya dihadapan 40 peserta. Pertama guru kognitif. Dimana guru ini memiliki kecendrungan menggunakan otak kanan dan kiri. Berpikir, merasa dan interpretasi. 

“Guru seperti ini cenderung segala sesuatu diukur dengan sebuah value dan prestasi.”

Kedua, guru kreatif bukan berfokus pada target nilai namun kompetensi. “Ia akan mencari bagaimana metode pembelajaran itu bisa bermakna, asyik dan menyenangkan sehingga bisa diikuti siswa dengan nyaman,” sebutnya.

Ketiga, guru inspiratif mampu memantik semangat dan antusias peserta didiknya dengan aksi. “Bila aksimu itu membuat orang lain bermimpi lebih hebat, belajar lebih hebat, melakukan sesuatu lebih hebat dan menjadikan sesuatu lebih hebat, itu adalah guru inspiratif.” Jelasnya.

Keempat, guru yang berfokus pada absen dan mengajar seadanya tanpa ada inovasi dan kreativitas. “Ini jumlahnya masih banyak. Untuk kelompok ini dimanapun Diklat tidak akan bisa profesional,” ungkapnya.

Paradigma guru saat ini sudah bertransformasi, sudah seharusnya meninggalkan pola lama. Kelemahan guru yang tidak mampu beradaptasi dengan kebutuhan siswa sesuai dengan IKM dan era kekinian inilah nanti, yang menyebabkan stagnannya kurikulum merdeka belajar. 
Guru harus mampu membuat pola MGMP yang berkualitas, tidak lagi berkutat pada persiapan dokumen semata.

Ia mengajak guru PAI menciptakan ekosistem dan membudayakan halaqah ilmiah antara fiqih dan Akidah Akhlak atau titik temu antara sejarah SKI dengan tafsir misalnya.  

Hal itu diyakini Hendri akan memperkaya khazanah keilmuan guru PAI. Terlebih lagi dalam menghadapi siswa tingkatan SLTA yang saat ini lebih kritis. 

Ia mengimbau agar guru PAI mampu meningkatkan kompetensi diri. Jadilah guru yang hebat dan bisa menghebatkan.

“Ikuti pembinaan ini dengan sungguh-sungguh sehingga ilmu yang didapat bisa diimplementasikan dalam tugas. Orang hebat akan menghebatkan orang lain. Orang yang lemah akan melemahkan orang lain. , adagium ini menjadi esensi  yang ditekankan Hendri Pani Dias diakhir arahan.” Ungkapnya.

Kegiatan juga dihadiri Kasubbag TU H Zahardi Kankemenag Kota Pariaman Kasi Pendis Syaiful Azmi, Ketua AGPAII Kota Pariaman  Fathur Bahri, PPK Bidang Papkis Varia Gusma Pratiwi, BP Bidang Penmad dan Papkis Benny Malwa dan Solmus, operator Rismawati serta panitia lainnya.

Pembinaan GPAI angkatan II menghadirkan narasumber dari Pelatih PPKB Provinsi/ Pengawas PAI SMP Tanah Datar Fitra Yenti dan Ermiyanto Guru SMP 04 Padang Panjang.


Editor: vethriarahmi
Fotografer: VR