Padang Pariaman, Humas-- Kerukunan bukanlah sekadar keadaan tanpa konflik, melainkan sebuah kondisi ideal di mana masyarakat hidup berdampingan dengan saling pengertian, toleransi, dan kerja sama yang aktif. Filosofi inilah yang menjadi landasan Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun kehidupan berbangsa.
Penegasan ini disampaikan langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat Mustafa, saat membuka dan menjadi pembicara kunci dalam Dialog Kerukunan Umat Beragama. Kegiatan yang digelar Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Padang Pariaman ini berlangsung di Aula Istana Seafood, Selasa (18/11/2025).
Dalam paparannya, Mustafa menekankan bahwa dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia, kebhinekaan telah terbukti sebagai kekayaan, bukan kelemahan. Kerukunan, menurutnya, adalah instrumen vital untuk merawat kekayaan tersebut.
“Sesuai dengan arah pembangunan nasional yang menekankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, Kementerian Agama melalui Asta Protas (delapan prioritas strategis) menempatkan ‘Meningkatkan Kerukunan dan Cinta Kemanusiaan’ sebagai prioritas pertama,” ujar Mustafa.
Pilihan ini, lanjutnya, bukan tanpa alasan. Dalam konteks Indonesia yang plural dan majemuk, kerukunan dan cinta kemanusiaan adalah prasyarat mutlak bagi stabilitas nasional, pembangunan berkelanjutan, dan kehidupan beragama yang damai.
Mustafa menjelaskan, Kemenag memaknai kerukunan tidak sekadar sebagai ketiadaan konflik, tetapi sebagai kondisi dinamis di mana perbedaan menjadi modal sosial untuk memperkuat kohesi dan solidaritas.
“Kerukunan yang kita tuju bersifat produktif. Bukan hanya tidak bermasalah, tetapi saling memperkuat, saling membantu, dan saling menghormati,” tegasnya.
Nilai yang menghidupkan kerukunan itu, ditegaskannya, adalah cinta kemanusiaan.
“Cinta kemanusiaan adalah nilai universal yang menjadi titik temu semua ajaran agama. Tanpa cinta pada kemanusiaan, kerukunan akan kering makna dan mudah goyah ketika dihadapkan pada isu-isu identitas, politik, atau ekonomi,” katanya.
Mengacu pada data, Mustafa menyebut Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) Provinsi Sumatera Barat pada 2024 mencatat skor 70,87 yang masuk kategori tinggi. Namun, posisinya masih berada di peringkat 31 dari 34 provinsi.
“Oleh karena itu, Kanwil Kemenag Sumbar telah membentuk dan melakukan pendampingan terhadap 39 Kampung Moderasi Beragama yang tersebar di 19 kabupaten/kota. Selain itu, juga sudah terbentuk 5 Desa Sadar Kerukunan,” jelasnya.
Dalam konteks lokal Padang Pariaman, Mustafa menyoroti sebuah tradisi adat yang luhur bernama Malakok. Malakok adalah proses penerimaan seseorang dari luar Minangkabau ke dalam sebuah suku, sehingga ia tidak lagi dianggap sebagai orang luar, melainkan bagian dari keluarga dengan hak dan kewajiban yang sama.
“Tradisi ini menunjukkan betapa masyarakat Minangkabau memiliki cara khas untuk menjaga harmoni sosial. Malakok adalah simbol toleransi, penerimaan, dan integrasi. Ia mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk menjauh, tetapi peluang untuk memperluas persaudaraan,” jelas Mustafa dengan penuh keyakinan.
Ia bahkan menyebut tradisi Malakok sebagai contoh nyata moderasi beragama berbasis kearifan lokal dan sebuah Early Warning System (Sistem Peringatan Dini) berbasis adat.
“Dengan malakok, masyarakat belajar menerima perbedaan, membangun persaudaraan lintas etnis dan agama, serta mencegah konflik sosial. Inilah yang kita sebut sebagai Early Warning System berbasis adat, karena tradisi ini mampu meredam potensi gesekan sejak awal,” paparnya.
Mustafa mengingatkan, masyarakat yang harmonis akan sulit dipecah belah. Sebaliknya, ketidakharmonisan akan membuka peluang bagi oknum tertentu untuk mengganggu kedamaian
Dialog kerukunan ini, dinilai Mustafa, adalah momentum penting untuk meneguhkan nilai-nilai luhur kebersamaan. Ia menyatakan komitmen Kanwil Kemenag Sumbar untuk terus menjadi mitra strategis dalam membangun kerukunan berbasis adat dan agama.
“Kami mendukung sepenuhnya terbentuknya ekosistem Early Warning System Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan yang melibatkan semua unsur, mulai dari Kementerian Agama, Pemerintah Daerah, FKUB, Ormas, hingga tokoh masyarakat,” tegasnya.
Di akhir sambutannya, Mustafa mengajak seluruh pihak untuk merawat semangat “basamo mangko manjadi” (bersama maka terwujud) dalam membangun kehidupan sosial yang harmonis.
Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Padang Pariaman, Syafrizal, dalam sambutannya menuturkan pesan Menteri Agama RI tentang peran strategis FKUB.
“Anggota FKUB semestinya mampu mendorong terjalinnya komunikasi antar umat beragama dalam kehidupan. Itulah fungsi dan peran FKUB hadir di tengah masyarakat, termasuk membangun koordinasi dengan pemerintah daerah. Sinergitas sangat diperlukan dalam menciptakan harmoni,” ujar Syafrizal.
Ia mengingatkan dengan sebuah perumpamaan yang gamblang. “Keluarga saja tidak rukun, jauh rezekinya, apalagi dalam skala bangsa dan negara.”
Lebih lanjut, Syafrizal menekankan bahwa kunci menciptakan harmoni yang berkelanjutan terletak pada kolaborasi semua pihak. “Sinergitas sangat diperlukan. Dengan mencegah intoleransi, kita tingkatkan kerukunan umat beragama,” serunya, menyampaikan formula jelas dalam merawat kedamaian.
Dialog ini, menurutnya, menjadi platform penting untuk membahas berbagai isu aktual. Ia pun memberikan jaminan dukungan penuh dari jajarannya.
Kegiatan dialog yang diikuti oleh 50 orang peserta, terdiri dari Kepala KUA Kecamatan, Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari), Ormas, dan Anggota FKUB Padang Pariaman ini, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta dalam menciptakan perdamaian serta memperkuat peran tokoh masyarakat dalam memupuk persatuan dan kesatuan.(vera)