Padang, Humas – Komisi V DPRD Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menggelar Rapat Kerja bersama mitra kerja untuk membahas awal Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren. Rapat ini berharap tanggapan pemangku kepentingan dan perlunya kesamaan persepsi antar-pemangku kepentingan, Selasa, 03 Juni 2025 di Ruang Rapat Banggar DPRD Provinsi Sumatera Barat.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi V Lazuardi Erman didampingi Wakil Ketua Nurfirman Wansyah di Ruang Banggar DPRD Sumbar ini, dihadiri berbagai pemangku kepentingan. Termasuk Kabid Papkis Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumbar Joben, didampingi Ketua Tim Pendidikan Diniyah Ponpes dan Ma’had Aly, Syahrizal, serta anggota Fauziah.
Bahasan krusial ranperda ini mengangkat sembilan aspek utama, meliputi fasilitasi sarana-prasarana pesantren, dukungan pelaksanaan pendidikan pesantren, peran pesantren dalam pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, koordinasi dan partisipasi masyarakat, pembinaan dan pengawasan pesantren, sumber pendanaan (APBD dan sumber sah lainnya), mekanisme fasilitasi yang relevan dengan budaya Minangkabau. Isu krusial tentang fasilitasi penyelenggaraan pesantren.
Kabid Papkis Kanwil Kemenag Sumbar Joben juga menggarisbawahi perlunya poin-poin dalam Ranperda agar diperjelas secara spesifik. Lebih lanjut, dalam rapat Joben menyarankan perlunya melibatkan Kanwil Kemenag Sumbar dalam perumusan Ranperda. Sesuai amanat UU No. 18 Tahun 2019, Kemenag sebagai leading sektor mengawasi lembaga pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Islam. Baik sebagai peserta aktif maupun pendamping.
Terkait hal ini, ada sejumlah masukan rinci dari Kanwil Kemenag Sumbar untuk menyukseskan rencana Ranperda. Kanwil Kemenag Sumbar melalui Bidang Papkis memberikan tanggapan substantif berupa sembilan poin masukan untuk penyempurnaan Ranperda antara lain,
pertama, persyaratan Pesantren. Pesantren yang difasilitasi harus memiliki Nomor Statistik Pondok Pesantren (NSPP) dari Kemenag RI (Pasal 6 Ayat 3). Kedua, pendidikan terintegrasi,.penambahan pasal tentang fasilitasi pendidikan pesantren yang terintegrasi dengan pendidikan umum (Pasal 10). Ketiga, Nomenklatur Kelembagaan. Mengubah istilah "Majelis Masyayikh" menjadi "Dewan Masyayikh/Forum Komunikasi Pondok Pesantren Sumbar" (Pasal 11).
Keempat, Fasilitasi Tenaga & Institusi. Penambahan fasilitasi tunjangan/insentif tenaga pendidik/kependidikan dan melibatkan perguruan tinggi di Sumbar (Pasal 12).
Kelima, Cakupan Fasilitasi. Menyesuaikan fasilitasi untuk lembaga di tingkat provinsi (bukan Majelis Masyayikh pusat), serta menambahkan fasilitasi Hari Santri dan event nasional pesantren (Pasal 13). Keenam, Orientasi Pemberdayaan. Menambah orientasi peningkatan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan pesantren & masyarakat dalam pembinaan (Pasal 18). Ketujuh, Pendanaan Event. Menambahkan sinergi pendanaan event nasional pesantren untuk stimulasi prestasi santri (Pasal 23). Kedelapan, Pengaduan Kekerasan. Menambah partisipasi dalam pengaduan tindak kekerasan/perilaku menyimpang di pesantren (Pasal 24). Terakhir, Data Budaya Pesantren Menambah pendataan manuskrip, sejarah, dan hasil karya ulama pesantren (Pasal 27 Ayat 2).
Anggota DPRD Komisi V Sumbar menekankan dua hal penting. Pertama, perlunya menerapkan sanksi tegas bagi pesantren yang melakukan pelanggaran, terutama yang bertentangan dengan Pancasila dan peraturan perundang-undangan. Kedua, pentingnya kejelasan ranah kewenangan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar dan Kementerian Agama Pusat (yang kewenangannya dilimpahkan ke Kanwil Kemenag Sumbar) terkait fasilitasi dimaksud.
Sementara itu perwakilan dari Biro Hukum Pemprov Sumbar mengingatkan sejumlah potensi yang bisa menyebabkan tumpang tindih kewenangan. Ia menegaskan bahwa Pemprov hanya bersifat membantu dan tidak bisa mengakomodir kewenangan pusat yang dilimpahkan ke Kanwil Kemenag Sumbar.
Sementara itu Biro Kesra Pemprov Sumbar, selaku pelaksana teknis, menegaskan bahwa jika fasilitasi pendanaan akan disalurkan melalui mekanisme hibah tentu harus sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) No. 18 Tahun 2021. Namun jika ada perkembangan lain nantinya tentu akan didiskusikan kembali.
Terakhir, Wakil Ketua Komisi V Nurfirman Wansyah menyimpulkan rapat sebagai dasar untuk penyempurnaan Ranperda. Diskusi lanjutan akan fokus pada hal hal yang berkaitan dengan sejumlah yang bersifat konstruktif dalam mendukung keberadaan Ranperda ini di Sumbar.
Seperti pada relevansinya dengan kearifan lokal budaya Minangkabau. Bagaimana porsi kewenangan yang tegas antara Pemprov Sumbar dan Kemenag, sambungnya. Termasuk juga terkait penyusunan pasal-pasal yang spesifik dan terukur dan penentuan tim perumus Ranperda Pesantren.
Selain itu, Nurfirman Wansyah menambahkan perlunya rencana tindak lanjut dengan menggelar rapat lanjutan dan studi banding ke provinsi yang telah sukses melaksanakan peraturan serupa.
“Peran strategis bagi Sumbar rapat kerja ini, diharapkan mempercepat pengesahan Ranperda Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.” Katanya.
Regulasi ini dinilainya sangat strategis mengingat Sumbar memiliki ratusan pesantren yang berkontribusi signifikan dalam bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan.
Ia mengakhiri, kejelasan aturan diharapkan dapat mencegah potensi penyimpangan sekaligus memaksimalkan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan agen pemberdayaan masyarakat di Sumatra Barat. (vera)