Oleh: Dr. H. Mahyudin, MA
(Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat)
Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai.
Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi
kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidil haram) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka.
Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan (QS.(2):144.
Mengetahui arah kiblat merupakan hal yang sangat penting untuk dapat melaksanakan ibadah shalat secara benar. Tidak sah shalat seseorang ketika shalat tidak menghadap kiblat. Kementerian Agama sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan layanan keagamaan, sangat berkepentingan agar masjid, mushalla, kuburan, lapangan pelaksanaan shalat hari raya, maupun rumah masyarakat memiliki arah kiblat yang benar. Kementerian Agama memiliki tenaga teknis hisab rukyat yang memberikan layanan pengukuran arah kiblat, menyusun jadwal shalat, imsak dan berbuka, serta melaksanakan rukyatul hilal awal bulan Qamariyah terutama awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.
Salah satu cara penentuan arah kiblat yang sangat efektif, praktis serta memiliki validasi yang akurat adalah dengan memanfaatkan posisi matahari di atas ka’bah. Hal ini dikenal dengan istilah Rashdul Kiblat, yaitu fenomena astronomis saat posisi matahari berada secara vertikal di atas Ka’bah. Peristiwa ini juga disebut dengan Istiwa ‘A’zam atau Istiwa’ Utama. Selama setahun peristiwa ini terjadi dua kali yaitu pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Sedangkan untuk tahun kabisat terjadi pada tanggal 27 Mei pukul 16.18 WIB dan 15 Juli pukul 16.27 WIB. Teknik penentuan arah kiblat menggunakan Istiwa Utama sebenarnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di Indonesia dan beberapa negara Islam yang lain juga banyak menggunakan teknik ini. Sebab teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat melakukannya. Yang diperlukan hanyalah sebilah tongkat yang lurus atau benang yang diberi bandul di bawahnya dengan panjang lebih kurang 1 meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar serta mendapatkan sinar matahari. Pada tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa Utama tersebut maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat. Di Indonesia peristiwanya terjadi pada sore hari, maka arah bayangan tongkat adalah ke Timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang ke arah Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar. Cukup sederhana dan tidak memerlukan keterampilan khusus serta perhitungan dengan rumus- rumus.
Penentuan arah kiblat menggunakan teknik seperti ini memang hanya berlaku untuk daerah-daerah yang pada saat peristiwa Istiwa Utama dapat melihat secara langsung matahari termasuk di Sumatera Barat. Teknik Penentuan Arah Kiblat dengan metode Rashdul Kiblat ini yaitu:
1. Cocokkan jam yang akan digunakan dengan TVRI, RRI, BMKG atau Operator Seluler
2. Dirikanlah sebuah benda yang tegak lurus atau benang yang diberi bandul dibawahnya pada bidang datar.
3. Pada jam yang telah ditentukan di atas, garislah bayang-bayang dari benda yang mendapat sinar matahari dengan pena/ spidol.
4. Garis lurus inilah arah kiblat di tempat yang bersangkutan yang apabila dipanjangkan akan menuju ke Ka’bah di Mekkah al-Mukarramah.
Berkenan dengan hal ini, kami mengajak elemen masyarakat mulai dari Pengurus BKM dan DMI di semua tingkatan, pengurus masjid/ mushalla, ASN, dosen, guru, mahasiswa, santri dan pelajar, serta masyarakat pada umumnya betul betul memanfaatkan moment tanggal 27 Mei 2024 pukul 16.18 WIB untuk menentukan atau menvalidasi arah kiblat masjid, mushalla, lapangan untuk pelaksanaan shalat hari raya, pekuburan, dan rumah masing masing. Kami mengajak seluruh masyarakat Sumatera Barat ikut mengambil peran menyukseskan tanggal 27 Mei 2024 sebagai Hari Sejuta Kiblat.