Padang (Humas) – Perempuan memiliki kedudukan istimewa dalam adat Minangkabau, dan begitu dihargai sebagai madrasah pertama dalam kehidupan setiap umat manusia. Anggapan bahwa perempuan Minang disekat oleh banyak aturan adalah sebuah kekeliruan yang perlu dijawab dan dibuktikan dengan tindakan. Pasalnya perempuan Minang diberi ruang yang luas untuk mengekspresikan dirinya terlebih dalam pergaulan masyarakat kekinian tanpa meninggalkan batasan.
Hal ini ditekankan Bundo Kandung Sumbar Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib hadir saat hadir sebagai pembicara pada pertemuan rutin bulanan di Aula AB I Kanwil Kemenag Sumbar, Jumat (26/07/24).
Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Andalas ini, menyebut esensi dari sebuah adat adalah akhlak. Orang tidak beradat, tentu tidak berakhlak, dan akhlak itu akan terbungkus dalam etika dan estetika.
Menurutnya ada tiga hal yang ingin dicapai setiap individu dalam kehidupan. Pertama, setiap manusia menginginkan kebenaran. Untuk mencari kebenaran akan diupayakan melalui berbagai disiplin keilmuan.
Kedua, setiap manusia menginginkan kebaikan. Untuk mendapatkan kebaikan, manusia menyusun berbagai aturan dan tata cara, hukum, adat, tata krama melalui cara, adat , nilai nilaiyang disebut etika.
Ketiga, setiap manusia menyukai keindahan. Untuk mendapatkan hal itu, mereka menyusun berbagai cabang seni, dan ilmu tentang keindahan yang disebut estetika.
Pada prinsipnya ujar sastrawan Sumbar ini, etika dan estetika dalam kamus kosa kata Minangkabau tidak akan ditemukan. Hanya saja dalam budaya Minang hal itu dikenal dengan istilah Budi jo baso sopan santun dan bahasa (langgam kato), dihadapan puluhan anggota DWP Kemenag Sumbar.
Terlebih lagi, faktanya adat Minangkabau menekankan nilai-nilai etika dalam berkomunikasi, yang diatur dalam filosofi Kato Nan Ampek.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang adat Minangkabau yang dikenal ada kato nan ampek. Terdiri dari Kato Pusako, kato mufakaik, kato daulu kato ditapati (kata hati nurani), kato kudian kato bacari (Kato yang sudah dibisiki oleh syaitan).
Selain itu, hal lain yang perlu menjadi perhatian generasi saat ini, menurutnya adalah langgam kato yang maknanya adalah cara bicara, terdiri dari kato mandaki. Dimana bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih dewasa atau orang yang dihormati, seperti orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, murid kepada guru, istri kepada suami.
Kedua, kato malereang merupakan bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang disegani dan dihormati secara adat dan budaya.
Ketiga, kato manurun adalah bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih muda. Dan keempat, terakhir kato mandata, yaitu bahasa yang digunakan dalam komunikasi biasa dan dengan lawan bicara yang seusia dan sederajat.
Namun demikian, ia menyayangkan fenomena yang kerap terjadi dikalangan generasi zaman sekarang. Tak sedikit ditemukan kurangnya sopan santun dalam berbicara, baik itu kepada orang yang lebih muda hingga kepada orang yang lebih tua.
"Kerap kita temukan anak-anak yang melawan ucapan orang tua, istri yang melawan kepada suami, murid melawan guru di sekolah." Ucapnya miris.
Hal Ini perlu menjadi perhatian setiap individu, sebab jika terus dibiarkan maka semakin memudar penerus adat langgam kato nan ampek yang sangat memperhatikan serta menjunjung tinggi sopan santun dalam berbicara, jelasnya.
Disamling itu, Puti Reno menyinggung empat indikator untuk menentukan budi baik dalam diri seseorang. Pertama adalah raso dan pareso, raso adalah perasaan dan pareso adalah pemikiran. "Ketika ada yang menyinggung, jangan mudah marah dan sensitif. Jangan langsung memberi reaksi. Rem pertama adalah rasa dan pareso.” Lugasnya.
Kedua, kepatutan dan kepantasan. Hal ini berlaku saat menggunakan pakaian, jilbab atau perhiasan atau hal serupa lainnya pada sebuah acara.
Ketiga, ukur dengan aturan. Dan terakhir, apa yang dipakai tidak menyalahi aturan agama, adat dan hukum negara.
Dimana muara dari hal tersebut adalah etika. Etika ini memadukan nilai-nilai adat dan agama Islam, menciptakan pedoman moral yang unik dan kokoh. Khususnya lagi etika Minangkabau, tidak hanya membentuk karakter masyarakatnya, namun juga berdampak pada struktur sosial yang unik.
Menurut pengamatannya menjaga kelestarian etika Minangkabau di era modern menjadi tantangan tersendiri. Jika tidak ditadabburi, globalisasi dan modernisasi berpotensi mengikis nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Peran Etika Minangkabau sangat vital dalam membentuk karakter dan perilaku masyarakat. Melalui nilai-nilai yang ditanamkan dalam ABS-SBK, masyarakat Minangkabau menjadi demokratis dan egaliter, religius dan toleran terhadap perbedaan agama dan budaya, peduli sosial.
Nilai-nilai yang ditanamkan dalam ABS-SBK "Adat Nasandi Syara' dan Syara' Basandi Kitabullah telah melahirkan masyarakat yang religius dan berakhlak.
Sementara aakhlak itu sendiri berada dalam dua jalur, katanya. Pertama, secara horizontal pengaturan sosial sesama makhluk, baik terhadap tanaman, biotik, abiotik, terhadap hewan, batu, air dan lainnya. Sedangkan secara vertikal mengatur tata cara peribadatan kepada sang Khaliq.
"Kedua hal ini harus seimbang. Kepribadian seseorang akan terbentuk dan tercermin manakala seseorang itu menjaga hubungan kedua jalur tersebut. Hablumminanmaas dan hablu minallah," ungkap perempuan berusia 78 tahun ini.
Disisi lain, Puti Reno juga melihat fenomena mempertontonkan harta yang dimiliki di media sosial, yang makin lama makin sering dijumpai di media sosial.
Fenomena pamer tersebut dikenal dengan istilah flexing. Flexing merupakan tindakan memamerkan harta kekayaan atau benda yang dimilikinya.
"Orang orang yang memamerkan kekayaan itu saat ini disebut Sultan. Jadi kalau mau jadi sultan, saat ukurannya kaya dan hal ini diminati dan hal seperti ini banyak dinikmati oleh para ibu ibu. Bahkan bisa lalai ibadah karena sibuk menikmati dan mengikuti trend masa kini hingga waktunya terbuang mubazir," katanya.
Terkait hal itu, ditegaskannya berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, sedikitnya ada beberapa perempuan yang harus ditiru djadikan suri tauladan kehidupan.
Misalnya menjadi perempuan kuat seperti Siti Asiah. Kemudian perempuan yang selalu menjaga kesucian diri seperti Maryam. Kemudian, perempuan yang gigih mencari air untuk anaknya seperti kisah perjalanan Siti Hajar dari Safa ke Marwa.
Sedangkan perempuan yang tak boleh diikuti dan wajib dihindari adalah menjadi perempuan penghasut, menebar gosip dan fitnah, dan busuk hatinya seperti istri Abu Lahab yang digelar perempuan pembawa kayu bakar.
Perempuan penggoda seperti Zulaikha dan istri istri durhaka kepada suami yang Sholeh seperti istri Nabi Nuh.
"Tak sedikit terjadi perselingkuhan hari ini dimana mana ada saja berita, perselingkuhan yang dilakukan suami atau istri." Katanya.
Untuk itu Ia mengingatkan kembali anggota DWP Kemenag Sumbar agar senantiasa menjaga Marwah dan sikap sebagai perempuan. Sekaligus mampu menjadi perempuan berakhlak berbudi pekerti luhur.
“Warga Kemenag sepatutnya lebih paham dan mampu mengimplementasikan nilai dalam slogan ABS-SBK tersebut dalam kehidupan kesehariannya.” Tandasnya.(vera)