Kemenag dan Densus 88 Perlu Sinergi dalam Mitigasi Dini Terorisme
Bukittinggi, Humas– Kasatgaswil Sumatra Barat Densus 88 AT Polri, AKBP Jim Brilliant Birnes, menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian Agama dan Densus 88 dalam upaya mitigasi dini dan penanganan konflik.
Hal ini dikemukakannya saat menjadi narasumber pada Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK) 2025 di Grand Royal Denai Hotel Bukittinggi, Selasa (22/7/2025).
"Meski berbeda fungsi kelembagaan, kolaborasi antara Kemenag dan Densus 88 sangat penting untuk menyamakan persepsi dalam mengidentifikasi akar masalah, terutama terkait pencegahan terorisme," ujar Jim.
Jim Brilliant menegaskan terorisme adalah tindak pidana, bukan masalah agama. Ia menuturkan bahwa terorisme di Indonesia diatur sebagai tindak pidana dalam undang-undang, bukan sebagai dampak dari agama tertentu.
"Pelaku terorisme dinilai berdasarkan perbuatannya yang melanggar hukum, bukan latar belakang agamanya. Kami tidak pernah memberi stigma bahwa terorisme terkait dengan agama tertentu. Jika ada yang mengaitkannya, itu hanyalah framing yang keliru," tegasnya.
Ia menjelaskan, menurut Pasal 1 UU Terorisme, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan ketakutan meluas, berpotensi menimbulkan korban massal, atau merusak objek vital strategis dengan motif ideologi atau gangguan keamanan.
"Motif ideologi tidak harus dibuktikan di pengadilan, tetapi penting untuk dipahami sebagai faktor pendorong seseorang melakukan tindak pidana terorisme," tambahnya.
Kegiatan SPARK 2025 diselenggarakan berdasarkan UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan KMA No. 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.
Sebelumnya Ahmad Muzami, panitia penyelenggara, menyebutkan bahwa peserta terdiri dari 40 penyuluh dan penghulu se-Sumatra Barat yang telah diseleksi oleh Subdit Bina Paham Keagamaan Islam Ditjen Bimas Islam, serta sejumlah Pembimbing Urusan Agama Kanwil Kemenag Provinsi Sumatra Barat.
"Tujuannya adalah membentuk aktor resolusi konflik yang profesional dan berintegritas, yang mampu menjadi perwakilan negara dalam mendeteksi dan menangani potensi konflik sosial di masyarakat," jelas Ahmad Muzami.
Kemenag Sumatra Barat telah memperluas jejaring kerja sama dari 31 lembaga pada 2015 menjadi 48 lembaga hingga 2025. Kolaborasi ini diharapkan memperkuat sistem peringatan dini dan penanganan konflik di tingkat lokal.
“Kerja sama dengan 48 lembaga tingkatkan kapasitas mitigasi konflik,“ katanya.
Sebelum sesi dengan Densus 88, peserta telah mendapatkan materi dari Trainer Fahmi tentang indikator konflik, mulai dari penyebab, karakteristik, hingga tahapan eskalasi.
Selain itu, Kasubtim Bina Paham Keagamaan dan Penanganan Konflik, Syafaat, memberikan pemahaman tentang istilah-istilah paham keagamaan, sementara Hengki Ferdiansyah membahas pentingnya moderasi beragama dalam menciptakan harmoni sosial.
Kegiatan SPARK 2025 diharapkan dapat memperkuat peran penyuluh dan penghulu sebagai garda terdepan dalam mencegah radikalisme dan konflik sosial di Sumatra Barat.
Selama empat hari, peserta mendapatkan pelatihan intensif dari para instruktur profesional, termasuk materi tentang identifikasi konflik, moderasi beragama, dan pemahaman paham keagamaan. (vera)