Padang, Humas--Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Edison, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan Uji Publik Silabus Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) pada Majelis Taklim yang digelar Direktorat Penais Kemenag RI.
Ia menilai, kegiatan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat kolaborasi antara Kementerian Agama dan majelis taklim dalam membangun dakwah yang menyejukkan dan penuh kasih.
“Kita di Sumatera Barat sudah lama membangun kolaborasi dengan majelis taklim dan berbagai lembaga muslimah. Tanpa dukungan bapak-ibu majelis taklim, tentu kerja kami tidak akan maksimal,” ujar Edison, Senin (3/10)
Menurutnya, sinergi tersebut telah terjalin melalui beragam kegiatan, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kecamatan. Kemenag Sumbar, lanjutnya, terus berupaya memberikan dukungan, termasuk bantuan operasional bagi organisasi keagamaan seperti BKMT, Muslimat NU, Aisyiyah, Ansor, IPIM, hingga Muhammadiyah.
“Walaupun belum besar, bantuan ini adalah simbol bahwa kita berjalan bersama, bersinergi dalam dakwah,” jelas mantan Kabid Urais ini.
Edison juga menekankan bahwa kedekatan antara penyuluh agama dan kelompok majelis taklim menjadi kekuatan tersendiri dalam menjaga harmoni dan syiar Islam di Sumatera Barat. Kolaborasi itu bahkan terlihat dalam berbagai kegiatan besar keagamaan seperti PHBI, yang melibatkan ormas-ormas keagamaan dan komunitas dakwah di daerah.
“Tentu tanpa bantuan bapak-ibu semua, harmonisasi dan syiar Islam kita di Sumatera Barat tidak akan seindah hari ini. Karena itu, kami sampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya,” ungkapnya.
Terkait dengan uji publik silabus KBC, Edison menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Penerangan Agama Islam Kemenag RI yang telah memilih Sumatera Barat sebagai tuan rumah. Ia berharap, hasil uji publik ini dapat memperkaya konsep kurikulum sehingga dapat diterapkan secara efektif di majelis taklim.
Lebih lanjut, Edison menjelaskan bahwa Kemenag Sumbar telah lebih dulu memperkenalkan konsep Kurikulum Berbasis Cinta di madrasah. Pendekatan ini mendorong seluruh elemen pendidikan untuk berinteraksi dan mendidik dengan dasar cinta—baik antara guru dan murid, maupun antar-sesama pendidik.
“Dengan cinta, akan tumbuh kehangatan dan kesatuan hati di lingkungan belajar. Konsep ini kita dorong agar mampu mencegah munculnya persoalan seperti perundungan dan kekerasan di madrasah,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya peran majelis taklim dan organisasi keagamaan perempuan dalam membangun kesadaran sosial dan spiritual masyarakat, terutama di tengah kasus-kasus keprihatinan moral generasi muda.
“Beberapa waktu lalu kita menghadapi peristiwa memilukan, ada pelajar yang mengakhiri hidupnya di sekolah. Ini menjadi panggilan bagi kita semua—Kemenag, penyuluh, majelis taklim, dan seluruh tokoh masyarakat—untuk bersama membangun pemahaman yang baik dan lingkungan yang penuh kasih,” tegasnya.
Edison berharap, penerapan KBC di majelis taklim dapat segera diwujudkan dan menjadi gerakan bersama dalam menghadirkan dakwah yang menenteramkan, mendidik, dan memanusiakan.
“Kurikulum Berbasis Cinta adalah ajakan untuk kembali kepada nilai-nilai kasih dalam setiap layanan keagamaan. Dari ruang-ruang taklim inilah, kita ingin cinta tumbuh dan berbuah—membentuk umat yang lembut hati, kokoh iman, dan peduli sesama,” pungkasnya.
Dari ruang-ruang taklim yang sederhana, semangat cinta itu kini mulai bersemi. Ia tumbuh lewat tutur lembut para pendakwah, dalam sapaan guru-guru ngaji, dalam tangan-tangan yang tulus menyiapkan ilmu. Rina