Padang (Humas)- Komisioner KPAI Klaster Pemenuhan Hak Anak Aris Adi Leksono mengaku merespons baik tentang Program Peta Jalan Pesantren Ramah Anak 2024-2029 yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian Agama.
Pernyataan itu dikemukakannya pada kegiatan Rapat Koordinasi Pencegahan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan di Kemenag Selasa (20/08/24) di Grand Rocky Hotel Bukittinggi.
Diawal pemaparannya Aris Adi Leksono merespons sekaligus mengapresiasi tindakan Pondok Pesantren di Sumatera Barat yang secara terbuka melaksanakan press konferensi tentang kasus yang terjadi di Pondok pesantren.
Menurutnya justru ketika disembunyikan akan memberikan peluang yang besar bagi pelaku untuk bertindak pelecehan atau kekerasan lainnya di lingkungan pondok pesantren.
Ia menjelaskan sedikitnya terdapat 2656 kasus di sepanjang tahun 2023 yang diterima KPAI terkait pemenuhan hak anak (PHA) dan perlindungan khusus anak (PKA).
“Dimana untuk pengaduan pemenuhan hak anak (PHA) terhitung sebanyak 69 persen atau setara 1833 kasus. Dan perlindungan khusus anak (PKA) sebanyak 31 persen kasus tau setara 823,” katanya.
Sedangkan untuk tahun 2024 ini tercatat pula 1193 kasus data pengaduan KPAI. Dimana untuk pemenuhan hak anak sebanyak 893 kasus atau setara 64,3 persen. Sedangkan perlindungan khusus anak sebanyak 300 kasus atau setara 35,7 persen.
Selain itu Aris juga membeberkan terdapat 10 kasus tertinggi untuk klaster pemenuhan hak anak. Diantaranya anak korban pengasuhan bermasalah atau konflik keluarga, korban pelarangan akses bertemu orang tua, korban pemenuhan hak nafkah, pengasuhan bermasalah, perebutan hak kuasa asuh, perundungan di satuan pendidikan, korban kebijakan sekolah, anak terpaksa dipisahkan dari keluarga, korban kebijakan lembaga pendidikan dan diskriminasi karena tunggakan pembayaran SPP.
Sementara untuk klaster perlindungan khusus anak terdapat pada pada korban pencabulan, penganiayaan,kekerasan seksual, kekerasan seksual pemerkosaan, perlakuan salah dan penelantaran, kejahatan pornografi dunia Maya, pencabulan sesama jenis, perkelahian dan tawuran, eksploitasi ekonomi dan korban pembunuhan.
Ia menyoroti sejumlah kasus dalam tiga tahun terakhir menandakan korban kekerasan cenderung meningkat setiap tahun. Hal itu dinilainya karena masih belum optimalnya regulasi dan payung hukum, program dan sarpras, aksesibilitas di tingkat daerah untuk perlindungan anak.
Selain itu juga disebabkan kompleksitas masalah perlindungan anak terjadi diranah private, pelaku adalah pejabat publik dan relasi kuasa yang sangat kuat. Termasuk juga pengaruh negatif internet dan lemahnya literasi digital terhadap anak, orang tua dan masyarakat.
“Bahkan juga dikarenakan belum optimalnya akses, SDM dan sarpras perlindungan untuk pemulihan korban,” rincinya.
Terkait hal itu, Aris menekankan ads sejumlah upaya yang perlu dilakukan. Pertama Kanwil bersama Kemenag Kabupaten/kota membentuk satgas atau task force percepatan.
“Implementasi regulasi terkait perlindungan santri mengacu pada KMA 83, PMA 72 Permendikbud, SK Dirjen Pendis SRA, juknis PRA, Juknis Pengasuhan PRA dan TelePontren,” ungkapnya.
Kedua, satgas Kanwil Kemenag Kabupaten/kota bersama FKPP membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan pada pesantren.
Ketiga, Satgas dan tim melakukan penguatan literasi perlindungan anak di lingkup pesantren, menyelenggarakan bimbingan teknis pencegahan dan penanganan kekerasan pada pesantren.
“Juga melakukan monitoring dan evaluasi kelembagaan pesantren agar sesuai syariat dan rukun pesantren, membuka layanan pengaduan pada tingkat daerah dan pesantren serta membangun refferal system dengan dinas terkait,” jelasnya.
Keempat, Kanwil Kemenag Sumbar perlu aktif melakukan kerja sama dengan dinas terkait pemenuhanhak dan perlindungan anak.
Kelima, Kementerian dan lembaga menyedikan dukungan anggaran untuk mengoptimalkan kinerja perlindungan anak pada satuan pendidikan pesantren. Terakhir secara bersama intensif melakukan pengawasan dan evaluasi berkala.
Dikatakan Aris bahwa mekanisme oencegahan dalam kebijakan ini untuk memastikan upaya menyeluruh agar warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan.
“Misalnya dengan penguatan tata kelola, edukasi dan penyediaanbsrana dan prasarana. Kolaborasi antara satuan pendidikan, pemerintah daerah dan Kanwil Kemenag Sumbar diharapkan mampu meminimalisir kejadian kejadian pengaduan terkait perlindungan anak,” tandasnya.
Kegiatan yang dihadiri Plt Kabid Papkis H Hendri Pani Dias dan Ketim PD Pontren Yohanis dan anggota ini diikuti 50 orang peserta. Melibatkan utusan dari Kemenko PMK, KPAI, Kemenag Kota Bukittinggi, Kemenag Kabupaten Agam dan Perwakilan Pengasuh Ponpes Bukittinggi dan Agam. Kantor Kemenag Kota Bukittinggi kegiatan diikuti oleh KakanKemenag, Kasubbag TU, Kasi Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren, Kasi Pendidikan Madrasah, Penyelenggara Zakat Wakaf serta utusan Kantor dan Madrasah.(vera)