Padang (Humas) – Dialog intensif dan penuh semangat mewarnai acara Jagong Masalah Umrah dan Haji (Jamarah) yang menghadirkan Anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni, bersama Kabid PHU Kanwil Kemenag Sumbar M Rifki, di Hotel HW Padang, Kamis (23/10/25).
Forum yang berlangsung hangat dan alot ini mengangkat komitmen pemerintah dalam meningkatkan layanan kepada jemaah haji, dengan fokus pada transparansi pengelolaan dana dan strategi penyesuaian kuota.
Dalam pemaparannya, Lisda Hendrajoni langsung menyentuh persoalan yang akrab di telinga calon jemaah daftar tunggu. Ia mengajak jemaah Sumbar untuk bersyukur, sekaligus melihat realita dengan perspektif yang lebih luas.
"Bapak Ibu yang sudah mendaftar dan mungkin saat ini perkiraan berangkatnya hanya 13 tahun lagi, patut bersyukur. Data terupdate kami menunjukkan, daftar tunggu di Sumbar kini mencapai 24 tahun," ujar Lisda, memberikan motivasi.
"Ini masih tergolong dekat jika dibandingkan dengan saudara kita di Sulawesi Selatan yang harus menanti hingga 47 tahun, atau bahkan di Malaysia yang mencapai 151 tahun."Tuturnya.
Lisda memperkirakan, jemaah yang berangkat tahun depan kemungkinan besar adalah penerima warisan kuota dari orang tua atau nenek kakeknya.
Fenomena antrian panjang ini, menurutnya, adalah konsekuensi dari formula kuota haji global yang disepakati negara-negara Islam.
"Indonesia, dengan populasi muslim terbesar dunia, mendapatkan kuota 221.000 jemaah per tahun, yang dihitung dari 1% jumlah penduduk muslim di negara tersebut," jelasnya.
Meski pemerintah terus berupaya menambah kuota, ia mengingatkan bahwa kesiapan logistik dan jemaah sendiri menjadi faktor penentu.
"Meminta kuota lebih dari 10% mungkin belum feasible, karena persiapan jemaah juga harus menjadi perhatian utama." Imbuhnya.
Poin berikutnya yang menjadi sorotan tajam Lisda membedah mitos dan fakta biaya haji dan peran strategis BPKH. Lisda menyoroti pemahaman masyarakat tentang biaya haji dan peran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Ia dengan tegas membongkar narasi yang selama ini beredar di masyarakat.
"Sejatinya, biaya operasional haji adalah sekitar Rp 100 Juta. Namun, jemaah hanya menyetor awal Rp 25,5 Juta. Nilai inilah yang kemudian dikelola oleh BPKH dengan prinsip kehati-hatian dan profesionalisme," papar Lisda.
"Uang Bapak Ibu bukan sekadar dititipkan, tapi di dalamnya terselip doa dan harapan untuk bisa berhaji. BPKH bertugas menginvestasikannya agar dana tersebut bertumbuh."Ujarnya lagi.
Pertumbuhan investasi dari dana setoran awal inilah, menurut Lisda, yang menjadi kunci penurunan biaya haji. Hasil pengelolaan dana itu digunakan untuk menutupi kekurangan biaya operasional, sehingga total setoran jemaah tidak lagi mendekati Rp 100 Juta, melainkan rata-rata sekitar Rp 50-54 Juta untuk seluruh Indonesia.
"Yang luar biasa, dari nilai Rp 50 Juta tersebut, ada yang dikembalikan kepada jemaah dalam bentuk living cost selama di Tanah Suci. Dengan kata lain, pemerintah melalui BPKH telah mempermurah biaya haji secara signifikan," tegasnya.
Ia bahkan mempertanyakan logika jemaah yang masih membawa uang saku berlebihan. "Jemaah sebenarnya tidak perlu kuatir, karena sudah disediakan makan tiga kali sehari selama 40 hari. Uang living cost dari BPKH sudah menjadi pegangan yang cukup semestinya." Tambah Lisda.
Lisda mengajak seluruh jemaah untuk mendoakan dan mengawasi BPKH agar terus bekerja dengan transparan.
"Sebagai lembaga pengawasan, Komisi VIII DPR RI terus memantau laporan keuangan dan segala aktivitas BPKH. Kami akan mengawasi dari hal terkecil hingga persoalan besar. Tugas kami adalah memastikan amanah umat ini dikelola dengan baik," cetusnya dengan penuh keyakinan.
Ia menutup dengan penegasan pentingnya agar jemaah mensyukuri setiap perjuangan dan kesabaran menunaikan ibadah haji.
"Bersyukurlah, karena Bapak Ibu tidak perlu lagi membayar Rp 100 juta. Sejak 2018, BPKH telah berjalan dengan berbagai uji kelayakan yang ketat untuk memastikan dana umat ini memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi jemaah."
Dalam paparannya di hadapan 100 peserta yang terdiri dari perwakilan KBIHU, jemaah haji, BPS, PPIU, serta ASN Kankemenag Kota Padang dan Kanwil Kemenag Sumbar, Lisda berharap meyakini diskusi jagong ini tidak hanya memberikan pencerahan, tetapi juga menjadi komitmen nyata perbaikan tata kelola haji Indonesia. Dari hulu ke hilir, yang disampaikan langsung di hadapan jemaah.
Hadir jajaran Ketua Tim Bidang PHU Kanwil Kemenag Sumbar Egi Yoskar, Uswatman, Amrizal, Yudi Hidayat dan Rizky Ronaldi, panitia, JFT dan JFU Bidang PHU lainnya. (vera)