Batusangkar (Humas)- Kakanwil Kemenag Sumbar Mahyudin mendorong guru madrasah senantiasa mengupgrade kompetensi sekaligus membangun komitmen kebersamaan untuk melahirkan peserta didik yang cerdas secara spritual, intelektual maupun emosional.
Hal ini disampaikan Kakanwil saat silaturrahmi sekaligus memberikan pembinaan kepada tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang dipusatkan di Ruang Guru MAN 2 Tanah Datar, Rabu (08/05/24) petang.
Menurut Kakanwil, madrasah saat ini mempunyai tugas yang berat karena dituntut tidak hanya mencetak siswa yang berimtaq namun juga memiliki kemampuan akademis yang gemilang dalam multidisiplin ilmu lainnya.
Untuk itu, seorang guru sepatutnya menyadari betul tugas pokok mereka, selain mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai namun juga mampu mengevaluasi kemampuan siswa secara objektif dan berkelanjutan.
Menurut Mahyudin indikator keberhasilan seorang guru sangat bergantung kepada output peserta didik. Dalam arti kata, output siswa madrasah bisa bersaing untuk diperhitungkan masuk perguruan tinggi favorit di tanah air.
Kedua, sejauh mana kontribusi peserta didik terlibat dalam even even perlombaan akademis atau pun non akademis yang dihelat internal Kemenag ataupun instansi vertikal lainnya di luar madrasah.
Untuk itu guru harus memiliki kompetensi yang mumpuni dan adaptif dengan perkembangan zaman. Sedikitnya ada empat kompetensi guru yang harus dipenuhi untuk mewujudkan generasi hebat fimasa mendatang.
Pertama, kompetensi pedagogik. Kemampuan ini dinilai Mahyudin akan mempengaruhi minat dan motivasi siswa. Karena seorang guru diminta mampu untuk memahami kebutuhan peserta didik merancang pelaksanaan pembelajaran pengembangan dan evaluasi hasil belajar.
“Jangan sampai guru memiliki kemampuan pedagogik ini, namun tidak mampu mentransfer ilmu kepada siswa secara maksimal. Pasalnya, tak sedikit ditemui dilapangan siswa yang takut dan enggan belajar mapel tertentu, seperti belajar Matematika, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Seharusnya hal ini tidak terjadi, disinilah inovasi dan terobosan dibutuhkan bagi guru,” katanya.
Kedua, kompetensi kepribadian. Bagaimana seorang guru memiliki kepribadian yang bisa diandalkan dan menjadi suri tauladan.
Ketiga, kompetensi sosial. Bagaimana pun lanjutnya kompetensi sosial mampu memantik siswa untuk memiliki kemampuan sosial yang baik. Entah itu dilingkungan madrasah atau pun dalam lingkungan keluarga. Kuncinya adalah komunikasi harus dibangun dengan kesadaran bahwa setiap individu membutuhkan orang lain.
Keempat, kompetensi profesional. Kemampuan profesional yang dimiliki pendidik tak jarang melahirkan siswa yang tidak hanya mampu bersaing di ajang nasional namun juga di even internasional.
“Guru yang sudah memiliki sertifikasi dinilai sudah profesional. Artinya kompetensi yang dimiliki seyogyanya berbanding lurus dengan kesejahteraan yang di berikan oleh negara,” sebutnya.
Namun demikian, Kakanwil menyayangkan tak jarang pula guru yang dinilai sudah sertifikasi faktanya dilapangan belum bisa dikatakan profesional.
“Dalam riset disertasi doktoral yang pernah saya lakukan, ditemui sedikitnya ada 30 persen guru yang sudah sertifikasi namun tidak balance dengan sertifikasi yang dimilikinya,” imbuhnya.
Dalam konteks ini, kebijakan sertifikasi guru ternyata tidak hanya menimbulkan dampak positif berupa peningkatan kesejahteraan guru, cetusnya. Sertifikasi yang menyasar peningkatan kompetensi dan mutu guru justru tidak tercapai jika niat guru keliru. Ia menilai tentu menjadi tantangan besar bagi seluruh guru yang ada di Indonesia.
Pada prinsipnya, Kakanwil setuju menambahkan tunjangan untuk kesejahteraan guru, tapi sepatutnya guru juga menyadari dan bertekad, agar mereka bisa memberbaiki diri untuk lebih baik meningkatkan kompetensi.
“Makanya perlu meluruskan niat, tunjangan profesi yang didapatkan guru dari sertifikasi jangan digunakan semata-mata hanya untuk peningkatan kesejahteraan, tapi memberikan kontribusi yang maksimal dalam proses pembelajaran,” wantinya.(vera)