Padang Humas, — Dalam suasana akademis yang hangat dan penuh semangat, Plt. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, H. Edison hadir sebagai narasumber utama dalam Seminar Nasional Sosialisasi Layanan Kementerian Agama Berbasis Cinta, yang dikemas dalam kegiatan Ngobrol Pendidikan Islam (NGOPI) bersama Anggota Komisi VIII DPR RI, Lisda Hendrajoni, di Auditorium Mahmud Yunus Kampus II UIN Imam Bonjol Padang, Kamis (16/10/2025).
Kegiatan ini menghadirkan berbagai akademisi, dosen, mahasiswa, hingga para Ketua Tim Kerja Bidang Pendidikan Madarasah Kanwil Kemenag Sumbar yang bersama-sama membahas arah baru kebijakan pendidikan keagamaan di Indonesia.
Edison menegaskan bahwa Kementerian Agama saat ini tengah bergerak dalam paradigma baru pelayanan publik melalui kurikulum berbasis cinta, kemanusiaan, dan keberlanjutan. “Kami di Kanwil Kemenag tidak lagi sekadar pelaksana program administratif, tetapi pelaksana kebijakan yang berdampak langsung bagi umat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, visi Kementerian Agama 2025–2029 adalah “Terwujudnya masyarakat yang rukun, maslahat, dan cerdas bersama Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045.” Tiga misi besar menopang visi itu: peningkatan kualitas kehidupan beragama yang rukun, penguatan mutu pendidikan agama dan keagamaan, serta tata kelola pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada pelayanan publik.
Dalam konteks pelaksanaan visi tersebut, lanjutnya, Edison mengatakan bahwa Menteri Agama RI telah menetapkan Asta Protas sebagai penjabaran konkret dari Asta Cita Presiden RI. “Asta Protas ini menjadi arah gerak kami di daerah, mulai dari meningkatkan kerukunan dan cinta kemanusiaan, penguatan ekoteologi, layanan keagamaan berdampak, mewujudkan pendidikan unggul, ramah dan terintegrasi, pemberdayaan pesantren, pemberdayaan ekonomi umat, sukses haji dan digitalisasi tata kelola,” terang Plt. Kakanwil.
Salah satu hal yang banyak mendapat perhatian peserta adalah gagasan kurikulum berbasis cinta. Ia menekankan pentingnya pendekatan pendidikan yang tidak hanya menekankan kognitif, tetapi juga afektif dan spiritual.
“Madrasah dan lembaga pendidikan Islam harus menjadi tempat menumbuhkan cinta kasih, bukan sekadar menghafal hukum. Pendidikan harus menyentuh hati, membentuk karakter, dan memanusiakan manusia,” tegasnya.
Plt. Kakanwil juga menyinggung fenomena sosial yang masih muncul di lingkungan pendidikan, mulai dari degradasi moral hingga kasus penyimpangan perilaku. Menurutnya, semua itu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi madrasah untuk memperkuat peran keteladanan guru.
“Pendidik tidak boleh hanya menjadi agen penyalur ilmu, tapi juga super taksi mendampingi, meneladankan, dan menumbuhkan nilai,” ujar Edison.
Lebih jauh, ia mengulas pentingnya konsep ekoteologi, yakni bagaimana kecintaan terhadap lingkungan menjadi bagian dari ekspresi keimanan. “Merawat bumi adalah bentuk ibadah. Sayangnya, sebagian besar umat kita masih belum sadar bahwa menjaga air, sampah, dan pohon adalah bagian dari spiritualitas,” tuturnya.
Ia mencontohkan program Catin Menanam Berdampak, di mana setiap calon pengantin diminta menanam pohon sebagai simbol cinta yang dirawat bersama. “Itu bukan sekadar simbolik, tapi juga pendidikan ekologis dan nilai kehidupan,” tambahnya.
Dalam hal pelayanan publik, Kemenag Sumbar juga terus mengembangkan layanan keagamaan yang berdampak. Melalui kerja sama lintas sektor, pihaknya meluncurkan berbagai inovasi seperti Bedah Rumah, Benahi Penghuni dan Madrasah Ramah Sampah. Kedua program tersebut menjadi contoh nyata implementasi nilai kemanusiaan dan ekoteologi dalam kehidupan masyarakat.
“Kita ingin setiap layanan Kemenag bukan hanya administratif, tapi juga menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan kemaslahatan umat,” ucapnya.
Ia turut menyinggung keberhasilan pendidikan madrasah di Sumatera Barat yang terus menunjukkan prestasi. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) IC Padang Pariaman tercatat sebagai sekolah terbaik di provinsi ini, bahkan mengungguli sejumlah SMA favorit. “Itu bukti bahwa madrasah bukan sekadar lembaga agama, tetapi pusat pendidikan unggul yang terintegrasi,” ujarnya bangga.
Dalam bidang pesantren, Kemenag Sumbar terus memperkuat peran lembaga keagamaan ini sebagai motor peradaban. Ia menyesalkan framing negatif terhadap pesantren oleh sebagian media nasional, namun menegaskan bahwa pesantren tetap menjadi benteng moral bangsa. “Pesantren bukan lembaga tertinggal, melainkan pusat peradaban Islam yang melahirkan generasi tangguh,” kata Edison.
Kemenag Sumbar juga akan menjadi tuan rumah Seminar Wakaf Internasional pada 15 November mendatang. Acara tersebut akan dihadiri tokoh-tokoh dari Kuwait, Qatar, dan Al-Azhar Mesir, serta Ketua BWI. “Kami ingin mengubah paradigma wakaf menjadi produktif wakaf, wakaf yang menggerakkan ekonomi umat,” jelasnya.
Plt Kakanwil menyampaikan bahwa arah kebijakan Kemenag kini berfokus pada pemberdayaan rumah ibadah. Masjid dan surau tidak lagi hanya difungsikan sebagai tempat ritual, melainkan juga pusat literasi, ekonomi, dan sosial. “Kita dorong rumah ibadah menjadi smart surau, pusat pemberdayaan masyarakat yang hidup dan berdampak,” pungkas Edison. (Aqib)