Padang (Humas)- Pondok Pesantren Ramah Anak yang mengupayakan perlindungan bagi para santri dari kekerasan terus diupayakan pemerintah, tak terkecuali Kemenag. Tujuannya tentu saja untuk memastikan anak didik dapat tumbuh berkembang dengan aman dan nyaman, serta dapat memperoleh pendidikan yang seharusnya.
Demikian ditegaskan Plt Kabid Papkis H Hendri Pani Dias, Senin (29/07/24) di aula AB I Kanwil Kemenag Sumbar saat membuka dan memberi arahan pada Silaturrahmi dan Penyamaan Persepsi serta Follow Up tentang Pesantren Ramah Anak di Sumbar siang ini.
Dihadiri lebih kurang 90 pimpinan ponpes di Sumbar, Isu kekerasan terhadap anak menjadi penting untuk dibahas dan dicarikan solusinya secara bersama. Berhubung, kerap kali muncul di media massa, termasuk kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah pondok pesantren maupun madrasah.
“Maka wajar pondok pesantren juga berperan aktif sebagai model pendidikan yang mengupayakan pencegahan tindakan kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan.” Katanya.
Hendri tak menampik, tindak kekerasan terhadap anak belakangan kian marak terjadi. Tidak saja di lembaga pendidikan umum, namun juga di lembaga pendidikan keagamaan seperti ponpes. Termasuk kekerasan seksual terhadap beberapa santri oleh gurunya di pesantren.
“Sudah seharusnya kasus yang terjadi di sejumlah daerah, menjadi pembelajaran luar biasa sekaligus cambuk untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan peningkatan kualitas ponpes bagi civitas pondok dan Kemenag Sumbar sebagai pembina.” Katanya.
Namun demikian, mewakili Kakanwil, pihaknya menuturkan Kemenag RI dan jajaran selama ini telah melakukan ikhtiar dini sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan upaya preventif terhadap kekerasan anak.
Menurutnya Kemenag telah melakukan upaya progresif melalui pembinaan dan sosialisasi pesantren ramah anak bersama Bidang Papkis Kanwil Kemenag, khususnya Tim Ponpes dan Ma’had Aly dan Tim PKPPS dan Sisfo.
“Pun berkoordinasi dengan pihak ponpes dalam memberikan metode dan pola pengasuhan anak, Ini sudah disosialisasikan,” terang Hendri.
Mengingat saat ini, Kemenag juga telah menggulirkan aturan melalui Keputusan Dirjen Pendis nomor 1262 tahun 2024 tentang petunjuk teknis pengasuhan ramah anak di pondok pesantren.
Hendri PD menyebut kejadian kekerasan di ponpes yang banyak terjadi saat ini harus menjadi evaluasi dan pembelajaran luarbiasa sekaligus cambuk untuk mawas diri.
“Berbaik sangka saja tidak cukup, perlu dibenahi dengan regulasi, aturan main dan pembenahan kedepan. Dalam konteks sikon saat ini semua unsur terkait harus lebih waspada,” ujarnya Hendri Pani Dias.
Ia mengingatkan jangan sampai karena berbaik sangka terhadap apa yang terjadi, karena itu akan melemahkan untuk menegakkan dan membuat regulasi untuk tata kelola ponpes yang baik.
“Hal seperti inilah yang sering dimanfaatkan oleh oknum,” katanya.
Ia menyikapi pesantren ramah anak harus memenuhi beberapa kriteria. Seperti memiliki kebijakan dan program yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Disamping juga menyediakan sarana dan prasarana yang ramah anak ponpes juga harus memiliki tenaga pendidik yang terlatih dalam menangani anak.
“Termasuk menerapkan disiplin positif yang tidak menggunakan kekerasan fisik atau verbal,”ulasnya.
Terkait itu Hendri PD menjelaskan beberapa masukan dan langkah preventif. Pertama, perlu bersungguh-sungguh dalam mengaplikasikan tata tertib yang dikeluarkan Pondok Pesantren terhadap pola pengasuhan di asrama.
“Dengan tujuan tata tertib ini, jika ada yang melakukan pelanggaran, dia memiliki konsekuensi,” imbuhnya.
Mengacu pada peraturan pemerintah nomor 44 tahun 2017 tentang pengasuhan anak, termasuk dalam lembaga pendidikan. Maka yang disebut dengan pengasuhan itu adalah upaya memenuhi kebutuhan kasih sayang keselamatan dan kesejahteraan terhadap anak.
“Sehingga yang menjadi tolak ukurnya adalah tata tertib. Seluruh pondok memiliki aturan tata tertib tersebut. Hal itulah yang menjadi etika yang harus dipatuhi oleh semua civitas pondok. Tata tertib itu bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing pondok.” Katanya.
Keberadaan seorang guru bimbingan konseling bisa dijadikan upaya preventif terjadinya kekerasan terhadap anak. Ketika ada masalah santri bingung harus mengadu kepada siapa, kalau dimadrasah sudah tersedia guru bimbingan konseling, bagaimana dengan pondok, itu pertanyaan besarnya.
Hendri menilai keberadaan guru BK di pondok menjadi penting mengingat maraknya terjadi kekerasan atau tindakan Bullying.
“Jadi kita jangan terfokus rekrutmen guru kitab, fiqih, tafsir atau ilmu keagamaan lainnya saja. Mulailah melirik eksistensi guru Bimbingan konseling,” jelasnya menyebut upaya kedua.
Ketiga, perlu menyediakan fasilitas kegiatan olahraga yang menjadi pelampiasan energi positif dan wadah refreshing bagi santri. Misalnya silat, karate, badminton, taekwondo dan lain sebagainya.
“Ini perlu menjadi perhatian bagi ponpes Jadi ketika anak anak memilih untuk boarding, seluruh aktivitas dirumah pindah ke boarding. Jika ada satu item saja tidak terpenuhi, maka berkonsekuensi buruk terhadap item berikutnya,” ujar Hendri.
Keempat, sistem rekrutmen ketenagaan atau guru pondok harus memiliki standarisasi yang jelas dan kompeten. Tentu saja, harus sesuai dengan kebutuhan pondok bersangkutan. Baik standar keilmuan, standar sikap atau attitude ataupun standar usia dan kompetensi keterampilan tertentu.
“Selama ini yang benyak ditemui, diterima dulu gurunya, lalu sambil berjalan waktu guru ini baru belajar dan beradaptasi. Nah yang menetapkan standar rekrutmennya tentu saja pimpinan pondok,” katanya.
Kelima, perlu meningkatkan eksistensi Forum Komunikasi Ponpes (FKPP). Sesusai dengan nama forum atau organisasinya sebuah forum komunikasi, maka jelas akan bermuatan pertukaran informasi. Forum komunikasi ini hadir untuk memfasilitasi pondok pondok lain untuk saling berbagi informasi dan membangun kerja sama satu sama lain.
“Ajang bertukar informasi, apa yang harus dibenahi, apa yang bisa dijadikan sebuah wadah kerjasama termasuk apa kendala dan masalah yang dihadapi di lingkungan ponpes masing-masing,” katanya.
Secara prinsip, Hendri mendukung langkah Kemenag RI yang telah menggulirkan aturan melalui Keputusan Dirjen Pendis nomor 1262 tahun 2024 tentang petunjuk teknis pengasuhan ramah anak di pondok pesantren.
“Kepdirjen Pendis tersebut berisi tentang pola pengasuhan ramah anak. Baik itu bagaimana pola pembelajaran, ibadah sholat, dan hal teknis lainnya, semua diatur dalam Kepdirjen tersebut. Kedepan ini akan menjadi salah satu syarat ijin operasional pondok pesantren baru,” jelasnya.
Hal itu membuktikan kepada masyarakat, Kementerian Agama terus berbenah, termasuk untuk memperbaiki prosedur pemberian izin operasional lembaga pendidikan agama dan keagamaan, kedepan.
Hendri PD menggarisbawahi pentingnya pengetatan pelaksanaan verifikasi dan validasi sebelum menerbitkan rekomendasi ijin operasional ponpes baru, sesuai instruksi Menag.
Itulah mengapa saat ini, Ia berharap seluruh unsur dan civitas ponpes fokus pada metode dan cara bagaimana meningkatkan mutu dan kualitas pesantren. Bukan lagi terpaku dan fokus pada materi pembelajaran semata.
“Metode lebih penting dari pada isi. Jadi kita tidak berada pada tataran apa yang disampaikan namun bagaimana cara menyampaikan. Disinilah butuh evaluasi komprehensif,“ katanya.
Selain itu, hal yang tak kalah penting baginya adalah seorang guru penting mengasah dan memiliki softskill. Kemampuan merasakan bagaimana kondisi anak didiknya. Sehingga timbul kasih sayang dan perlindungan yang baik kepada mereka dan akhirnya terjauh dari perilaku negatif.
“Semoga kejadian kekerasan terhadap anak, bullying tidak terjadi di lingkungan ponpes. Saya sangat berharap apa yang kita bicarakan hari ini bisa menjadi acuan, perubahan yang lebih baik bagi ponpes dimasa mendatang,” harapnya.
Sementara itu Ketua Tim Pd Pontren dan Ma’had Aly Bidang Papkis Yohanis menyampaikan apresiasi atas kehadiran puluhan pimpinan pondok dalam upaya menyamakan persepsi tentang konsep pondok pesantren ramah anak.
Selaku Ketua tim PD Pontren dan Ma’had Aly kami mendorong seluruh pondok pesantren di wilayah Sumbar khususnya untuk mewujudkan lingkungan yang ramah anak.” Tambahnya.
“Kita berharap sejumlah kkasus kekerasan dan pelecehan seksual yang pernah terjadi di sejumlah lembaga pendidikan agama tidak terulang lagi kedepan,” katanya.
Yohanis mengatakan, pihak Kanwil Kemenag Sumbar telah menyiapkan langkah strategis untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya kembali kasus serupa.
Cukup alot, sejumlah langkah preventif dan saran serta masukan membangun dibahas antusias dalam pertemuan yang dihadiri lebih kurang 90 orang pimpinan pondok ini.
Dengan harapan besar agar kasus kekerasan terhadap anak tidak terjadi lagi kedepan.
Hadir dalam pertemuan Ketua Tim PD Pontren dan Ma’had Aly Yohanis, Ketim Pendidikan Diniyah Takmiliyah H Indra Gunawan, Ketua FKPP H Akmal Hadi, JFT dan JFU Bidang Papkis Kemenag Sumbar.(vera)