Radin bersama PKPPS, PDF dan SPM se-Sumbar, H Masykhur: Jangan Terjebak dengan Modernisme Palsu, Jaga Kekhasan Ponpes 

Padang (Humas)- Semua pesantren memiliki visi yang sama untuk menjadikan santri yang tafaqquh fiddin. Jangan sampai pendidikan pesantren melahirkan Ibnu Muljam yang hebat menghafal Quran tetapi berani mengkafirkan Ali bin Abi Thalib. Ra.

“Santri butuh beragama secara benar. Tak sedikit orang yang hafal Al-Qur’an tapi sholatnya belum benar,” penegasan ini ditekankan Kasubdit Pendidikan Kesetaraan H Anis Masykhur saat memberi arahan pada Rapat Dinas Pembinaan Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS), Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Satuan Pendidikan Muadalah (SPM) di Aula Amal Bhakti I Kanwil Kemenag Sumbar, Kamis (19/09/24).

Menurutnya seluruh ponpes harus mengedepankan persatuan untuk mengembangkan pesantren dan menegakkan keterbukaan dan saling mendukung antar pesantren yang ada di Simbar. 

“Hindari perpecahan karena semua untuk mendidik umat. Tetap dalam satu visi besar menjadi santri tafaqquh fiddin,” terangnya didampingi Plh Kakanwil H Hendri Pani Dias dan dihadapan 86 peserta perwakilan Ponpes.

Sementara itu dalam arahan Kasubdit Kesetaraan dan Pd Pontren H Anis Masykhur menuturkan Izin baru untuk PKPPS harus memenuhi sejumlah kriteria. Diantaranya,  Arkanul Ma'hadnya harus mempelajari 7 kitab kuning setiap tingkatan mata pelajaran wajib kepesantrenan. Seperti Fiqh ilmu Figh Akidah Tauhid, Tafsir dan Ilmu Tafsir, Hadist dan, Ilmu Hadist, Tasawuf Akhlak, Tarekh Islam. 

Kemudian memiliki karakteristik asli dan mengadopsi pendidikan modern pondok Tahfidz, Bahasa, Tafsir/ AlQuran, Fiqh. 

Ia juga mengingatkan para pengelola pondok pesantren  agar jangan galau dengan mapel sekuler. Untuk itu H Masykhur meminta santri lebih kreatif dalam  mengambil kesempatan dengan tuntas.

Pihaknya menilai keutamaan menuntut ilmu itu diatas amalan ibadah sunnah lainnya. Itulah mengapa pentingnya meluruskan niat, dimana niat belajar ilmu bukan hanya untuk dunia tetapi untuk mencapai syurga.

Disinilah peran para ustadz/ah yang ada di pondok untuk kembali untuk mengajar kan taklim Muta'alim agar para santri semakin mencintai ilmu, belajar dan mengajar.

Disamping itu, hal lain yang tak kalah penting adalah memantau kembali kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren apakah Ahlussunnah wal Jamaah atau berafiliasi ke hal lain.

Dengan kata lain mapel umum yang ada harus memiliki relevansi dengan kepesantrenan salafiyah. Tranformasi ilmu keagamaan dengan mapel umum, dapat diintegrasikan dan diterjemahkan kedalam ilmu keagamaan. 

“Jangan menghabiskan waktu dengan mapel umum seperti pola pembelajaran di madrasah itu. Maka di PKPPS mesti melahirkan hal baru dan fatwa. Seperti darah haid jika melekat pada kain jenis darahnya dan lainnya. Dengan ilmu umum bisa dideteksi melalui penelitian.”jelasnya.

Selain itu ia menambahkan Ilmu umum yang diupayakan di PKPPS semestinya yang bisa diterapkan di tengah masyarakat. 

“Seperti Bahasa Inggris diutamakan yang dipelajari dalam proses belajar mengajar di pondok, betul-betul yang dapat diterapkan dalam keseharian,” jelasnya.

H Masykhur juga menyinggung terkait penerbitan Ijazah santri. Dimana Ijazah wajib diterbitkan setiap tahun anak tamat berdasarkan ijazah, pendidikan nonformal dalam UU 18/2019 pasal 23.

Bagaiamana pun kompetensi santri PKPPS harus mengikuti ujian kesantrian dari kelas 1, 2 dan 3  tingkatan Wushta.

“Jadi, jangan takut kehilangan santri dan jangan berharap jumlah santrinya yang banyak, karena kualitas harus diutamakan.” Ujarnya.

Namun demikian pihaknya menyoroti bahwa sejauh ini pada mapel sekuler itu gurunya dihadirkan hanya 3 bulan menjelang ujian saja. 

“Intinya, Ilmu yang tidak ada gunanya di masyarakat jangan sampai menghilangkan nilai kesantrian. Untuk tidak perlu memakai nilai ujian nasional karena target kita bukan mapel umum,” pesannya.

Disisi lain, H Masykhur  melihat perlu strategi dalam  menggaet santri. Hal itu bisa dilakukan dengan pendekatan ala modern. Hanya saja para santri yang belajar di pondok harus dipastikan betul bahwa niatnya lebih mencintai ilmu agama dibanding ilmu umum (sekuler). 

Dalam konteks ini, pihaknya  meyakini pola pembelajaran modern telah ditemukan dan diterapkan di pondok pesantren sejak lama. Misalnya saja metode intra personal, moving class, musikal, dengan sorogan sudah merdeka belajar. 

“Jangan sampai terjebak kepada modernisme palsu. Karena mereka diperbudak oleh karakter modern padahal palsu. Sehingga anak anak yang merasa modern tidak mengerti dengan gaya modern itu sendiri untuk mencapai masa depannya.” Tekannya.

Menurut Masykhur Ilmu kemasyarakatan lebih dipandang oleh masyarakat ketimbang orang orang yang memiliki ilmu formalitasnya.

Sebelumnya mewakili Kakanwil, Plh Kakanwil H. Hendri Pani Dias dalam sambutan, menyampaikan ucapan selamat datang dan apresiasi atas kehadiran Kasubdit H Anis Masykhur di Ranah Minang Sumatera Barat. 

Hendri mengatakan sebuah pondok mesti punya visi dan misi untuk menemukan ide dan sisi positif baru. Selanjutnya Kabid Penmad ini berpesan kepada seluruh peserta untuk memanfaatkan pertemuan dalam rapat dinas bersama Kasubdit Kesetaraan dan Pd Pontren. 

Menurutnya merupakan peluang untuk menambah insight dan mengambil poin poin utama informasi yang akan dipaparkan Kasubdit. 

“Apa-apa yang bisa di ambil akses informasi dari Kasubdit karena tentu lebih mutawatir,” imbuhnya.

Ia memandang sebuah harapan tanpa disertai kerja nyata maka hanya akan menjadi sebuah angan angan. Visi mesti ada misi prosedur dan aksi. 

“Akan menjadi fatamorgana tanpa itu semua.”pesannya. 

Hadir pada kegiatan, Ketua Tim Pendidikan Diniyah Kesetaraan dan Sisfo Efrian, Ketua Tim PD Pontren dan Ma’had Aly Yohanis, Ketua Tim Pendidikan Diniyah Takmiliyah dan Al-Qur’an H Indra Gunawan dan Ketim PAI Paud Dikdas H Syahrizal serta JFT dan JFU Bidang Papkis Kanwil Kemenag Sumbar.(vera)

 

 


Editor: vethriarahmi
Fotografer: VR