Rakor FKUB se Sumbar, Plt Kepala Kanwil Kemenag Sumbar Dorong Peningkatan Strategi Indeks KUB Melalui “Kurikulum Berbasis Cinta” dan Nilai Lokal Raso Pareso

Padang, Humas — Kegiatan Rapat Koordinasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat, Rabu (5/11/2025), menghadirkan Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, H. Edison, sebagai narasumber yang menyampaikan paparan bertajuk “Strategi Peningkatan Indeks Kerukunan Umat Beragama di Sumatera Barat” sebagai upaya memperkuat sinergi lintas agama dalam meningkatkan indeks kerukunan umat beragama di daerah.

“Kerukunan itu tidak bisa dikerjakan sendiri. Ia melibatkan banyak dimensi budaya, sosial, dan keagamaan. Karena itu, strategi peningkatan indeks kerukunan harus menjadi kerja bersama,” ungkap Edison.

Edison menjelaskan bahwa Kementerian Agama di bawah kepemimpinan Menteri Agama Nasaruddin Umar telah menetapkan Delapan Program Prioritas (Asta Protas) tahun 2025–2029, dengan taglineya adalah “Kemenag Berdampak”, yang salah satunya berfokus pada meningkatkan kerukunan dan cinta kemanusiaan. Program ini menjadi landasan bagi berbagai inisiatif Kemenag dalam memperkuat moderasi beragama dan memperluas ruang harmoni sosial di Indonesia.

Salah satu inovasi yang tengah dikembangkan adalah Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang merupkan sebuah pendekatan pendidikan dengan menanamkan nilai kasih sayang, penghargaan, dan empati di lingkungan sekolah serta ekosistem pendidikan.

“Kurikulum Berbasis Cinta bukan mengganti Kurikulum Merdeka, melainkan memperkaya strategi pembelajaran agar terbangun harmonisasi dan kedekatan hati, baik antara guru dan siswa, maupun antar pelajar,” ujar Edison.

Menurutnya, konsep “cinta” dalam konteks ini bersumber dari nilai universal Rahman dan Rahim yang terkandung dalam Al-Fatihah, yang menjadi dasar spiritual bagi seluruh umat beragama untuk membangun kehidupan yang damai.

Dalam konteks lokal, Sumatera Barat ikut mengembangkan pendekatan Kurikulum Berbasis Raso Pareso, sebuah adaptasi kultural dari konsep KBC. “Raso” berarti rasa, dan “Pareso” berarti nalar atau pertimbangan, dua nilai khas Minangkabau yang menekankan keseimbangan antara perasaan dan pemikiran dalam membangun kehidupan sosial yang harmonis.

“Nilai Raso Pareso ini menjadi jembatan antara ajaran agama dan budaya lokal. Di sinilah Sumatera Barat punya kekayaan khas untuk memperkuat kerukunan,” jelas Edison.

Selain itu, Edison menyoroti pentingnya penguatan ekoteologi, yaitu pemahaman teologis yang menekankan tanggung jawab manusia sebagai khalifah untuk menjaga lingkungan. “Menjaga alam juga bagian dari iman. Merusak lingkungan berarti melanggar amanah tauhid,” tegasnya.

Dalam paparannya, Edison juga memaparkan capaian program kerukunan di Sumatera Barat. Saat ini terdapat 39 Kampung Moderasi Beragama yang tersebar di berbagai kabupaten/kota, serta sejumlah Desa Sadar Kerukunan dan Kelompok Kerja Lintas Agama yang aktif mengembangkan dialog dan edukasi toleransi.

Tradisi budaya lokal seperti melakok di Padang Pariaman merupakan  tradisi menghormati tetangga lintas agama yang sudah ada sejak tahun 1927 yang mana disebutnya sebagai contoh konkret harmonisasi berbasis adat yang perlu diangkat ke level nasional.

“Tradisi melakok adalah wujud nyata moderasi beragama yang hidup dalam budaya kita. Ia membuktikan bahwa kearifan lokal dapat menjadi fondasi kuat bagi kerukunan,” tutur Edison.

Terkait capaian Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), Edison mengungkapkan bahwa Sumatera Barat masih berada pada posisi 10 provinsi dengan indeks terendah secara nasional, yakni 70,87 poin pada tahun 2024. Namun demikian, tren fluktuatif sejak 2020 menunjukkan adanya potensi perbaikan jika sinergi dan inovasi terus diperkuat.

Ia menekankan tiga dimensi utama yang menjadi indikator KUB, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kebersamaan. Ketiganya harus dikembangkan secara seimbang melalui pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan penguatan kelembagaan lintas agama.

“Kita perlu menanamkan kesadaran bahwa perbedaan bukan ancaman, tetapi kekayaan dan kekuatan. Inilah inti dari kerukunan sejati,” tutup Edison.

Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum memperkuat komitmen bersama antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat dalam menjaga harmoni umat beragama di Ranah Minang. (Aqib)


Editor: Eri Gusnedi
Fotografer: Pajri Husnul Hotima