Santri Sumbar Bertolak ke Wajo Ikuti Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) Internasional I, Membawa Kitab Kuning ke Panggung Dunia

Padang, Humas - Langit Padang mulai meredup ketika satu per satu santri dari berbagai pesantren memasuki Auditorium Gubernur Sumatera Barat. Wajah mereka bersinar, senyum tidak bisa mereka sembunyikan. Malam itu, bukan sekadar pelepasan kontingen. Namun juga menjadi saksi sejarah, bagaimana kitab kuning—warisan ulama ratusan tahun lalu—akan membawa anak-anak Minangkabau ke pentas internasional.

Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat, H. Edison, menyampaikan sambutan dengan suara bergetar. “Hari ini kita bersantai bukan hanya santri, tapi juga duta ilmu. Mereka adalah generasi emas pesantren yang siap membawa nama Sumatera Barat bersanding dengan dunia,” ujarnya sambil disambut tepuk tangan hadirin.

Tak hanya pejabat Kanwil Kemenag Sumbar, jajaran tokoh penting Sumbar pun hadir. Sekretaris Daerah Provinsi Arry Yuswandi mewakili Gubernur Sumbar, duduk berdampingan dengan Kapolda Sumbar Irjen Pol Gatot Tri Suryanta. Barisan Kepala Biro Kesra Setda Provinsi Sumbar, unsur Forkopimda, pimpinan ormas Islam, pengasuh pesantren, hingga pimpinan bank daerah juga memberi restu. Kehadiran mereka seolah menegaskan: perjuangan santri bukan urusan Kemenag semata, tapi juga tanggung jawab bersama pemerintah, ulama, dan masyarakat.

Acara pelepasan itu menimbulkan rasa bangga, Sumatera Barat termasuk provinsi dengan peserta terbanyak dalam Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) Internasional I Tahun 2025 di Wajo, Sulawesi Selatan. Sebanyak 38 santri, didampingi 12 pelatih, dipilih setelah melalui seleksi ketat. “Mereka telah melewati tahap nasional, kini saatnya tampil di hadapan dunia,” kata Edison.

MQK tahun ini berbeda, Jika sebelumnya hanya berskala nasional, kini Indonesia menggelar edisi perdana tingkat internasional. Bermacam negara, dari Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, serta Myanmar, mengirimkan kafilah. “Ini momentum bersejarah. Kitab kuning yang lahir dari pesantren Nusantara kini dipelajari dan dipertandingkan di tingkat global,” tutur Edison.

Santri-santri Sumbar akan berkompetisi dalam cabang yang beragam: tafsir - ilm tafsir, hadis - ilm hadis, akhlaq, fiqh - ushul fiqh, nahwu hingga debat dalam bahasa Arab dan Inggris serta Nazhom Alfiyyah Ibnu Malik. Dari podium, Edison menekankan pentingnya juara mental. “Kompetisi ini bukan hanya soal siapa yang menang. Yang lebih penting adalah bagaimana santri menjaga disiplin, kesehatan, dan akhlak selama perjalanan panjang ini,” ujarnya.

Pandangan itu sejalan dengan program “Pesantren Berdaya” yang dicanangkan Kementerian Agama. Melalui program ini, pesantren tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi dan lingkungan yang ramah anak. Edison menambahkan, Pemprov Sumbar bersama Kemenag sudah menyalurkan bantuan usaha produktif ke beberapa pesantren. “Walaupun belum maksimal, inilah langkah awal menuju pesantren yang mandiri dan berdaya,” katanya.

Sumatera Barat memang memiliki tradisi pesantren yang kuat. Berdasarkan data Kanwil Kemenag, terdapat 307 lembaga pesantren yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Tiga di antaranya bahkan sudah berdiri sebagai perguruan tinggi mandiri: Ma'had Aly Sumatra Parabek, Ma'had Aly Syekh Sulaiman Arrasuli Tarbiyah Islamiyah Candung, dan Ma'had Aly Serambi Mekah. “Pesantren tidak hanya menjaga tradisi, tapi juga membangun inovasi,” jelas Edison.

Sekdaprov Sumbar Arry Yuswandi memberi catatan reflektif. Menurutnya, kitab kuning bukan sekedar lembaran kertas beraksara Arab gundul yang sulit dipahami. “Kitab kuning adalah mata rantai ilmu yang bersambung langsung ke Rasulullah. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana membuatnya dekat dengan masyarakat modern, sehingga tidak terasa asing, malah dirindukan,” katanya.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga menegaskan komitmennya dalam pengembangan pesantren. Program Pesantren Berdaya dan rencana Peraturan Daerah tentang Pesantren akan memperkuat peran pesantren dalam mencetak generasi berilmu, mandiri, dan berakhlak mulia. Dukungan ini sejalan dengan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Minangkabau.

Sekdaprov sempat menyalami satu per satu kafilah. “Ingat, kalian bukan hanya peserta lomba. Kalian adalah duta bangsa,” katanya. Ia menambahkan, “Pulau Sulawesi memang jauh, tapi doa seluruh masyarakat Sumbar akan menyertai kalian.”

Sementara itu, Kepala Bidang Papkis, Joben, menjelaskan MQK Internasional Ke-1 Tahun 2025 dengan Tema MQK Internasional 'Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian dengan Kitab Turats' dimaksudkan sebagai ajang kompetisi/musabaqah kemampuan santri dari seluruh Indonesia dan negara di Asia Tenggara dalam hal membaca, memahami, dan mengungkapkan kandungan kitab kuning secara komprehensif.

Selanjutnya, Kegiatan besar ini bertujuan untuk memotivasi dan meningkatkan kemampuan santri dalam melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam bersumber kitab kuning sebagai bagian dari proses kaderisasi ulama dan tokoh masyarakat di masa depan, dan terjalinnya silaturahmi antar pondok pesantren seluruh Indonesia dan Asia Tenggara dalam rangka terwujudnya persatuan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang akan dilaksanakan di Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan pada tanggal 01 sampai dengan 07 Oktober 2025.

Lebih dari sekedar kompetisi, MQK Internasional ini menjadi panggung pembuktian bahwa pesantren tidak lagi dipandang pinggirannya. Kitab kuning yang selama ini menjadi ciri khas pendidikan Islam tradisional, kini hadir sebagai instrumen pendekatan budaya dan ilmu pengetahuan. Sumatera Barat dengan filosofi adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah kembali menunjukkan jati dirinya: menjaga tradisi, sekaligus menaklukkan masa depan. (Aqib)


Editor: Eri Gusnedi
Fotografer: Aqib Sofwandi