Padang, Humas– Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar, menegaskan peran strategis wakaf sebagai instrumen penting dalam membangun fondasi sosial dan ekonomi bangsa yang berkelanjutan. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara utama pada International Waqf Conference “Waqf for Sustainable Development”, yang bertepatan dengan dua momen bersejarah Provinsi Sumatera Barat dan 1 Abad Pondok Modern Darussalam Gontor, di Truntum Hotel Padang, Sabtu (15/11/25).
Dalam konferensi bergengsi yang dihadiri oleh tokoh nasional dan internasional ini, Menag menyoroti makna istimewa dari penyelenggaraan acara. "Dua peristiwa besar ini menunjukkan bagaimana Wakaf telah berperan penting dalam perjalanan dakwah dan penguatan karakter bangsa," ujarnya.
Nasaruddin Umar menjadikan Ponpes Gontor sebagai salah satu bukti nyata keampuhan wakaf.
"Gontor sebagai lembaga yang tumbuh dari Wakaf mengingatkan masyarakat bahwa wakaf bukan sekadar donasi melainkan institusi yang mampu melahirkan generasi berpengaruh lintas zaman," tegasnya.
Konferensi ini, lanjutnya, adalah panggilan untuk memperkuat kembali tradisi besar itu dengan pendekatan yang lebih modern, sistematis, dan berkelanjutan.
Menag mengapresiasi kemajuan pengelolaan wakaf di Indonesia dan capaian serta potensi ekonomi keumatan yang masih terkandung.
Menurutnya dengan lebih dari 278 ribu tanah wakaf yang telah tersertifikasi oleh BPN sebagai sebuah capaian besar. Aset-aset ini telah menjadi urat nadi kehidupan umat, di atasnya berdiri madrasah, pesantren, masjid, mushalla, fasilitas kesehatan, dan berbagai layanan sosial lainnya yang dimanfaatkan oleh jutaan orang setiap harinya.
"Wakaf bukan hanya membangun ruang fisik tapi membangun ruang sosial, tempat masyarakat bertumbuh dalam suasana yang aman dan damai. Ini adalah amal jariyah yang paling tahan terhadap perubahan zaman," papar Nasaruddin Umar.
Namun, di balik capaian tersebut, Menag membongkar potensi dahsyat ekonomi keumatan yang masih belum tergarap optimal. Berdasarkan data penelitian, potensi zakat maal di Indonesia mencapai Rp 327 triliun, namun yang baru berhasil dihimpun Baznas adalah Rp 41 triliun. Sementara itu, potensi wakaf uang diperkirakan Rp 180 triliun per tahun, tetapi realisasinya baru sekitar Rp 3 triliun.
"Kita baru saja memikirkan wakaf dan beberapa tahun lalu memikirkan zakat, akan tetapi Rasulullah SAW yang maha dahsyat karyanya, sudah mengembangkannya," ucap Menag, mengutip betapa syariat Islam telah jauh mendahului zaman dengan berbagai instrumen ekonominya.
Lebih detail, Menag RI memaparkan potensi besar dari instrumen keumatan lain yang sering luput. Untuk sektor kurban saja, omset yang berputar bisa mencapai Rp 34 triliun per tahun. Sementara untuk aqiqah, dengan rata-rata kelahiran per tahun, potensi dana yang seharusnya terkumpul adalah Rp 10 triliun.
"Kemenag telah mengundang BPS dan bersinergi untuk memungut pundi-pundi keumatan ini," jelasnya, menegaskan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan pengelolaan dana sosial keagamaan.
Untuk itu secara khusus, Menag berharap Sumatera Barat dapat menjadi barometer penguatan dan pemberdayaan wakaf di Indonesia ke depannya.
Sebuah potensi keuangan raksasa yang selama ini “tertidur” dalam bentuk dana umat Islam Indonesia mulai disorot.
Menteri Agama, dalam paparannya yang mengejutkan, mengungkapkan bahwa pundi-pundi dana umat, seperti zakat, infak, sedekah, dan dana kebajikan lainnya, berpotensi mengumpulkan dana fantastis berjumlah trilliunan.
“Kami mencoba mengkalkulasi, pundi-pundi umat bisa berpotensi mengumpulkan dana dari umat Islam Itu baru potensi dana umat Islam,” tegas Menag.
Paparan Menag tidak hanya berhenti pada angka abstrak. Ia memberikan ilustrasi nyata yang mudah dicerna. Misalnya, bagi ratusan jemaah haji yang membayar dam (denda) di Indonesia, terkumpul dana segar sekitar Rp 660 miliar, dengan asumsi harga kambing rata-rata Rp 2 juta per ekor.
Lebih detail lagi, Menag menyoroti potensi fidyah dana pengganti puasa yang wajib dibayarkan oleh mereka yang tidak mampu berpuasa. Jika dikelola secara serius, pengumpulan fidyah saja potensinya sangat besar. Menag kemudian menghubungkannya dengan solusi konkret masalah bangsa yaitu kemiskinan.
Dijelaskannya, untuk mengangkat masyarakat dari kemiskinan mutlak di Indonesia, hanya dibutuhkan dana sekitar Rp 26 triliun. Angka ini ternyata hanya separuh dari potensi dana yang bisa dihimpun Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
“Jika disinergikan dana umat dan dana pajak, maka Indonesia akan menjadi negara kuat,” tegasnya.
Dalam visi Kemenag, Sumatera Barat bisa diproyeksikan menjadi episentrum atau pusat penggerak pemberdayaan dana umat ini. Data yang ada menunjukkan betapa besarnya potensi di daerah tersebut.
“Dengan 5,6 juta penduduk dan sekitar 340 ribu lebih masyarakat miskin mutlak, potensi pembayaran pundi-pundi umat di Sumbar tidak akan menghabiskan 10 persen dari dana pundi-pundinya itu. Tidak perlu memikirkan dana dari luar, kalau diberdayakan dana umat di Sumbar,” papar Menag.
Potensi ini bahkan bisa lebih dahsyat lagi dengan melibatkan diaspora Minang yang tersebar dan sukses secara finansial di seluruh dunia. Jika mereka menyalurkan zakat, aqiqah, dan kurban ke tanah air, besar dana yang terkumpul bisa melampaui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat.
Untuk mewujudkan mimpi besar ini, Menag mengusulkan pembentukan Lembaga Pemberdayaan Dana Umat (LPDU). Lembaga ini akan menjadi wadah sinergi bagi berbagai institusi keuangan syariah, seperti Baznas, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Jika mereka berkantor di sana, maka insyaallah dunia akan bangga akan Indonesia,” ujarnya penuh keyakinan.
Sebagai langkah nyata, Kemenag juga mendorong pemberdayaan ekonomi melalui masjid. Gerakan di Masjid Istiqlal, seperti pengembangan kebersihan dan kuliner, disebutkan sebagai contoh bagaimana masjid bisa menjadi pusat perputaran ekonomi umat.
“Jika hal ini dikembangkan, maka masjid akan disulap menjadi masjid yang megah. InsyaAllah tidak ada lagi umat yang miskin. Ini membutuhkan keseriusan secara sistemik,” tandas Menag.
Dengan pengelolaan yang profesional, transparan, dan terintegrasi, dana umat yang selama ini tercecer tidak hanya membersihkan kewajiban agama, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi dan penanggulangan kemiskinan. Harapannya, Sumbar menjadi pembangkit dan contoh bagi daerah lain, mewujudkan Indonesia yang lebih kuat dan sejahtera dari kekuatannya sendiri.
Kehadiran pemangku kepentingan dan para tokoh hari ini, menandakan pentingnya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan wakaf sebagai engine of growth untuk pembangunan yang berkelanjutan, tutup Menag.
Konferensi yang dihadiri Gubernur Sumbar bersama Kakanwil Kemenag Sumbar Mustafa didampingi Kabag TU Edison ini turut dihadiri Wakil Ketua MPR Muhammad Hidayat Nur Wahid, Wakil Grand Syaikh Al Azhar Muhammad Abdurrahman Ad Duwaini, Ketua Dewan Kehormatan Forum Jurnalis Wakaf dan Zakat Indonesia KH Ma'ruf Amin, Ketua Baznas KH Noor Achmad, Gubernur BI, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji, jajaran Forkopimda, Wagub dan Sekda, Ketua MUI, Sekjen Kemenag RI/Ketua Badan Wakaf Indonesia Kamaruddin Amin, Pimpinan Pondok Pesantren Gontor KH Hasan Abdullah Sahal serta para rektor PTKIN, pejabat eselon I, jajaran Kabid, Kakankemenag, foundation Malaysia dan narasumber ahli.(vera)