Padang (Humas)- Ketim Pd pontren dan Ma'had Aly Bidang Papkis Kanwil Kemenag Sumbar mengatakan Kemenag RI selama ini telah melakukan ikhtiar dini sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan upaya preventif dalam penyimpangan perilaku di pondok pesantren.
Pernyataan itu dikedepankannya saat mewakili Kakanwil menjadi pembicara pada Rakor Optimalisasi Peran OPD Mitra dan Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyimpangan Perilaku di Boarding Schoool dan Pondok Pesantren di Bukittinggi, di Aula Istana Bung Hatta Bukittinggi, Selasa (03/09/24).
Kegiatan yang diinisiasi Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini juga dihadiri Gubernur Sumbar Mahyeldi Anshorullah.
Menghadirkan Kepala Dinas Kab/Kota se-Sumatera Barat, 35 Pimpinan Pesantren sebanyak, Kepala SMA/K Boarding School, Pimpinan pesantren - FKPP Kab/Kota, Kepala seksi pd.pontren/pakis/Pendis Kemenag Kabupaten/kota, Kepala dinas sosial kab/kota, kepala dinas pemberdayaan perempuan dan anak kab/ kota.
Lanjut, dalam materinya Ketua Tim Pondok Pesantren dan Ma’had ‘Aly Yohanis mengenalkan tentang definisi pesantren yang harus memenuhi 5 rukun.
Dimana sebuah pondok Pesantren harus memenuhi Kriteria dan persyaratan khusus. Seperti keharusan adanya kyai, memiliki santri minimal 15 orang yang bermukim, memiliki asrama, mushalla/masjid dan melaksanakan pembelajaran kitab kuning atau Dirasah Islamiyah.
Selain itu Yohanis menyoroti sejumlah persoalan atau kasus yang terjadi di lingkungan ponpes oleh segelintir oknum sebagai bentuk peringatan bagi lembaga terkait, untuk lebih meningkatkan pengawasan dan evaluasi.
Pihaknya menyebut, Kemenag sendiri sudah sejak lama melakukan ikhtiar dengan terus melakukan koordinasi dengan pihak pondok pesantren terkait perlindungan dan pembelajaran yang baik. Pun, termasuk pembinaan sosialisasi pesantren ramah anak sebagai wujud langkah preventif.
Misalnya dengan menerbitkan sejumlah regulasi tentang Pesantren Ramah Anak. Diantaranya melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Kemudian, dengan lahirnya Keputusan Menteri Agama Nomor 83 Tahun 2023 tentang Pedoman Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Dilanjutkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4836 Tahun 2022 Tentang Panduan Pendidikan Pesantren Ramah Anak serta Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1262 Tahun 2024 Tentang Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.
Yohanis memandang dari regulasi-regulasi tersebut, dapat disimpulkan dua catatan penting. Pertama, pencegahan yaitu sebelum perilaku penyimpangan terjadi hingga tidak ada sama sekali kasus ini. Baik dalam bentuk sosialisasi, kurikulum, penguatan tata kelola dan peraturan di pesantren, edukasi masyarakat tentang bahaya seksual dan mengurangi insiden di masa depan.
Kedua, penanganan. Dengan adanya kerjasama seluruh stakeholder, masyarakat dan keluarga, penanganan hendaknya cepat setidaknya 1x24 jam oleh pemangku pemerintah, pembebasan jabatan jika pelaku ada jabatan.
“Ada sanksi jabatan dan administratif.” Tegasnya.
Yohanis menuturkan Pelaksanaan Pesantren Ramah Anak ini semestinya melibatkan berbagai stakeholder terkait diantaranya Pemerintah Provinsi/Kab/Kota, Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kepolisian, Dinas Sosial, dan berbagai Lembaga/Ormas yang berkepentingan.
Menurutnya dengan terbitnya regulasi terkait hal ini, maka harus ada keseriusan pemerintah dalam hal pemenuhan hak masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang kondusif.
“Kita sebagai pemerintah bertugas dalam hal pengawasan, monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain melalui terbitnya regulasi ini Pesantren diharapkan lebih terbuka kepada instansi yang datang ke pesantren.” Ungkapnya.